Monday, November 30, 2009

Pagi yang kelabu


Pagi ini saya mendapat pasien Sdr. Doni ( bukan nama sebenarnya ), 25 tahun.

Ia diantar oleh ayahnya, Tn. Henri ( bukan nama sebenarnya ), 62 tahun. Henri ini adalah teman saya ketika duduk di bangku SD tahun 1950-an.

Doni dan keluarga kemarin hari Minggu menghadiri perjamuan pernikahan salah satu kerabatnya. Sejak semalam dan pagi ini, Doni merasa mual, diare 3 kali dan kepala terasa pusing. Tidak ada demam. Saya sering mendapati pasien yang setelah kondangan, menikmati hidangan yang lezat-lezat, mengeluh perut mual,  bahkan muntah-muntah diare dan kepala pusing.

Kumpulan gejala saluran pencernaan ini  mirip dengan gejala dari CRS ( Chinese Restaurant Syndrome ), kumpulan gejala yang terjadi setelah makan di chinese restaurant. Hidangan yang banyak berbumbu Mono sodium glutamate ( vetsin ) akan memberikan efek samping CSR.

Setelah memeriksa Doni, saya membuatkan Resep obat, Surat Sakit dan Kwitansi pembayaran yang akan dibayar oleh perusahaan tempat ia bekerja di kota Jakarta. Doni dan ayahnya mohon pamit dan saya mengucapkan semoga lekas sembuh. Mereka meninggalkan Ruang Periksa.

Saya mendengarkan siaran TV dan tidak sampai 10 menit, saya mendengar ketukan agak keras pintu Ruang Periksa dan teriakan “Dok, tolong, tolong!”

Wah ada apa nih? Segera saya membukakan pintu dan wow….. teman saya itu berdiri di depan pintu dengan tangan kiri yang berlumuran darah.

“Tolong, dok saya ketabrak truk!”

Saya menjawab “Tenang, tenang. Saya bersihkan dulu darahnya.”

Sambil bekerja saya bertanya dan rupanya setelah meninggalkan tempat praktek saya, Doni membonceng ayahnya naik sepeda motor untuk membeli obat di sebuah Apotik terdekat. Entah bagaimana tiba-tiba sebuah truk menyenggol sepeda motor mereka. Motor rusak dan jari tengah tangan kiri Henri sobek dan jempol kaki kirinya juga luka.

Setelah memeriksa luka robek itu saya memberi advis agar segera ke salah satu Rumah Sakit untuk menjahit luka tangan tsb. Luka tsb saya beri larutan Betadine ( antiseptis ) dan membalut dengan kain kasa dan kain pembalut untuk menghentikan perdarahan.

Mereka bergegas meninggalkan Ruang Periksa, saya  membatin  “Ah….kasihan betul si Henri teman saya ini. Barusan keluar dari Ruangan ini masih segar bukan, tetapi beberapa menit kemudian tangan dan kakinya terluka tertabrak truk.”

Status kesehatan seseorang ( siapapun ) berubah-ubah dari menit ke menit berikutnya.

Seperti yang saya temui ada seorang isteri yang meninggal dunia  2 jam setelah mengetahui suaminya meninggal dunia. Mereka sudah berumur 65 tahun-an. Sehidup-semati rupanya.

Saat ini kita mesti ekstra hati-hati ketika berjalan kaki di tepi jalan raya atau saat berkendaraan. Kadang kala kita sudah hati-hati, tapi masih juga terjadi kecelakaan karena  supir kendaraan lain tidak hati-hati alias ngantuk, terutama di malam hari. Oleh karena itu saya selalu menghindari naik mobil ( dengan supir sekalipun ) ke luar kota pada malam hari.

Kalau naik pesawat JakartaSydney selalu terbang malam hari, karena itulah jadwal terbang pesawat yang kami tumpangi ( tidak dapat saya rubah lagi ). Oleh karena mengandung  banyak resiko, maka seorang Pilot selalu ditemani oleh Co Pilot yang mendampingi menerbangkan pesawat. Jadi kalau yang satu ngantuk, masih ada yang lain untuk menerbangkan pesawat.-

Saturday, November 28, 2009

Olah raga, sehat atau sakit


Kejadian ini terjadi pada  medio 2003.

Suatu sore sekitar pukul 17.00, ketika saya sedang praktek sore, ada panggilan melalui telepon dari seorang isteri, Ny. A.  Ia memanggil Dokter untuk memeriksakan keadaan suaminya, Tn. A, 35 tahun dengan keluhan badannya sakit sampai tidak dapat bangun dari posisi berbaring.

Ia mengatakan bahwa suaminya hampir setiap hari berolahraga naik sepeda sejak 1 tahun yang lalu. Pagi hari pukul 06.00, Tn A. bersama teman-temannya bersepeda ke daerah Waduk Darma, Kabupaten Kuningan. Tempat ini berjarak sekitar 35 km dari kota Cirebon dimana ia tinggal. Saya pikir jarak itu terlalu jauh bagi pengendara sepeda sehat, lagi pula jalannya menanjak karena Waduk Darma berada di daerah Gunung Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat.

Ketika saya memasuki kamar tidur dimana Tn. A berbaring, disekililing bed hadir isteri, ketiga putra/inya, Ibu Mertua dan seorang pembantu rumah tangga. Keadaan ini  biasa terjadi bila seorang pasien sakit berat.

Dalam tanya jawab ( anamnesa ) penyakit yang diderita pasien  antara saya dan Tn. A. tidak dapat berlangsung dengan baik ( kontak inadekwat ), sehingga Ny. A  yang banyak menceritakan riwayat penyakit suaminya. Tn. A sebelumnya sehat dan tidak ada keluhan. Suaminya tampak sakit dan lemas sekembalinya ia naik sepeda dari Waduk Darma.

Pemeriksaan fisik yang saya lakukan semuanya dalam batas normal, kecuali kontak yang inadekwat, sepertinya ia menyembunyikan rasa bersalahnya kepada keluarganya bahwa ia naik sepeda  terlalu jauh sehingga badannya kelelahan yang sangat. Ia menderita Fatique syndrome. Saya memberikan resep 2 macam obat,  tablet anti nyeri dan tablet multivitamin & mineral. Saya memberi anjuran agar setelah mandi air hangat dan makan malam pasien segera tidur untuk memulihkan kesehatannya. Tn. A tidak  diperkenankan naik sepeda untuk 2-3 hari dan lain kali jangan bersepeda terlalu jauh jaraknya sehingga tujuan bersepeda untuk menjadi sehat tidak tercapai dan bahkan menjadi sakit.

Keesokan paginya sekitar pukul 06.30, untuk suatu keperluan saya naik mobil dan melewati rumah Tn A. Saat itu saya melihat Tn. A. membawa sepedanya keluar dari pintu pagar rumah. Rupanya Tn. A sudah pulih kembali kesehatannya dan ingin bersepeda lagi. Ia sudah lupa anjuran Dokter kemarin sore. Bersepeda rupanya sudah merupakan habituasi, kebisaan sehari-hari.

Rupanya Tn. A. mempunyai moto “Tiada hari tanpa bersepeda.” Di dalam mobil saya menggeleng-gelengkan kepala.-

 

 

 

Friday, November 27, 2009

Pasien aneh


Cirebon, 5-Sep-2000.

Seminggu yang lalu saya dikunjungi pasien, seorang bapak K., 52 tahun yang mengeluh: pusing sejak beberapa hari yang lalu, semalam menggigil, susah tidur ( insomnia ), penglihatan kedua mata kabur dan rasa tidak enak sekitar hidung.

Setelah melakukan pemeriksaan saya mendapatkan: tekanan darah:normal, THT : normal, kedua mata: Katarak ( pasien berkaca mata minus ) dan observasi Cephalgia ( pusing ) yang dapat disebabkan banyak hal seperti: Flu berat, Stres, Radang Sinus ( Sinusitis ), sedang tanggung bulan dll.

Untuk menegakkan diagnosa, saya menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium klinik terhadap darah dan urinenya.

Saya membuatkan surat permohonan pemeriksan laboratorium ke salah satu lab. klinik.

Sebagai obat sementara yang dapat meringankan penderitaan bapak K, saya membuat resep 1 macam obat yang mengandung anti pusing, penenang dan vitamin. Saya menganjurkan agar hasil pemeriksan lab. segera diserahkan kepada saya.

4 hari kemudian datanglah bapak K. ke tempat praktek saya. Ternyata sepulangnya dari tempat praktek saya 4 hari yang lalu, ia tidak memeriksakan darah dan urinenya ke lab. klinik, tetapi ia pergi mengunjungi dokter lain, teman sejawat ahli THT, dengan alasan bahwa pusingnya tidak tertahankan ( padahal saya sudah memberikan resep untuk mengatasi pusingnya yang tidak ia belikan, mana ada perubahan rasa pusingnya? Kalau obatnya belum diminum ). Oleh ahli THT, bapak K. ini diberi resep 4 macam. Meskipun sudah diminum obat-obat tersebut, tetapi rasa pusing dan tidak enak sekitar hidungnya tidak juga mereda.

Rupanya bapak K. ini tidak mempercayai saya sebagai dokter dan telah meminta second opinion dari dokter lain. Ketika ia juga belum sembuh dari penderitaannya, ia menuruti anjuran saya untuk melakukan pemeriksaan laboratorium ( kenapa ia tidak melakukannya sejak awal ). Semua hasil pemeriksaan darah dan urine bapak K. ini ternyata dalam batas-batas normal. Saya menganjurkan agar resep yang telah saya berikan kepadanya agar dibelikan dan segera diminum sehari 3 kali 1 kaplet.

Bapak K.  ini bertanya, “Dok, mengapa rasa pusing saya belum sembuh?”

Saya menjawab, “ Saya tidak mengerti jalan pikiran bapak. Anda telah berobat kepada saya tetapi tidak melaksanakan anjuran saya untuk melakukan pemeriksan laboratorium dan resep obat tidak dibeli, bahkan pergi ke dokter lain yang hasilnya juga tidak ada. Hasil pemeriksan laboratorium Anda ternyata dalam batas normal. Nah… begini saja minumlah obat yang sudah saya resepkan untuk Anda. Bagaimana Anda akan sembuh bila obatnya saja belum dibelikan dan diminum?”

Ia berkata lagi, “ Habis bagaimana dok?”

Saya menjawab, ”Tidak bagaimana bagaimana. Segera belikan resep obat yang saya berikan. Semoga lekas sembuh”, saya akhiri konsultasi dengan bapak K ini.

Setelah pasien itu meninggalkan ruang periksa saya, saya merenung: kasihan bapak K.  ini, kalau setelah minum obat resep saya rasa pusingnya tidak juga sembuh, mungkin sebaiknya dirujuk ke teman sejawat Psikhiater.-

Kalau jasmani tidak apa-apa, maka penyebabnya mungkin berada di bidang rohani. Sampai kisah ini dibuat, bapak K.  belum kembali lagi.  Sembuhkah pusingnya?  Semoga.-

 

Thursday, November 26, 2009

Jangan meremehkan KTP


9 Sept 2000 jam 09.15 pagi saya mendapat panggilan per telepon dari salah seorang  tetangga, Ny. A. yang meminta agar saya datang secara asap (as soon as possible ). Katanya ayahnya yang sudah bertahun-tahun menderita Stroke, baru saja meminggal dunia. Ia minta agar saya sebagai dokter dapat memastikannya.

Saya segera mengunjungi rumahnya. Saya diterima oleh salah seorang familinya, Ny. B. Saya memeriksa Tn. M ini yang memang sudah meninggal dunia. Saya katakan bahwa Tn. M sudah meninggal dan saya akan membuat Surat Keterangan Kematiannya. Untuk itu saya minta melihat KTP almarhum. Ny. B minta agar saya menuliskan namanya tanpa mereka harus mencari-cari KTP almarhum lagi  ( apa susahnya mencari KTP di lemari atau laci?).

Anaknya ( Ny. A ) sedang sibuk menelepon para familinya sambil tersedu-sedu. Saya katakan kepada Ny. B bahwa bila salah menulis namanya maka nanti akan mengalami kesulitan. Akhirnya saya menuliskan nama yang disebutkan oleh Ny. B ini diatas Surat Keterangan Kematian almarhum.

Sekitar jam 11.30 siang datanglah seorang bapak N., utusan dari keluarga almarhum. Maksud kedatangannya adalah untuk meminta saya mengganti nama almarhum yang sesuai dengan yang tertera di KTP almarhum. 

Dugaan saya benar bahwa akan ada kesulitan. Bapak N. sudah melapor kematian Tn. M kepada Pak RT dan Pak RT minta agar nama almarhum diatas Surat Keterangan Kematian dari Dokter disesuaikan dengan yang tertera di KTP nya. Finally saya menulis lagi Surat Keterangan Kematian dengan nama yang benar yang tertera di KTP almarhum.

Saya harus bekerja 2 kali untuk hal yang sama. Oleh karena itu hati-hati menyebutkan nama kita, harus sama dengan yang tertera diatas Kartu Identitas kita ( KTP, Paspor dsb ). 

Surat Keterangan Kematian dari Dokter ini akan dipergunakan untuk proses adminstrasi keperluan: pemakaman, kremasi ( pembakaran jenasah ) dan pengangkutan jenasah ke luar kota. Tanpa Surat Keterangan Kematian ini semuanya tidak akan terlaksana.

Di Indonesia nama itu demikian penting. Tidak seperti yang dikatakan seorang pujangga Inggris, Shakesper, “ What is a name ?” ( apalah artinya sebuah nama?) seperti dalam sebuah puisinya.

Simpanlah semua surat yang penting anda ( KTP, Paspor, Akte Nikah, Akte Kelahiran, Surat Waris, Surat Deposito, Buku Tabungan di Bank dll ) di tempat yang aman dan mudah dicari dalam keadaan darurat. Simpanlah Fotokopinya dan yang aslinya simpan di Safety Box di Bank anda.-

 

 

Keringat dingin


Ketika saya pagi ini datang ke Panti Wreda untuk memeriksa kesehatan dan memberikan resep obat / vitamin bagi yang membutuhkan, saya memeriksa luka  pasca operasi Hernia scrotalis dextra ( kanan ) Opa M, 69 tahun.

Sebelum memasuki kamar Opa M, Ibu E ( Ibu Panti ) melaporkan kejadian kemarin pagi yang membuat dia geli.

Saya bertanya kepada ibu E, “Ada apa Bu?”

Ibu E berkisah : “Kemarin pagi ketika kasa pembalut luka Opa M akan diganti, saya bersama Sdr. S ( asisten yang bekerja di Panti ) berada di sebelah bed Opa M. Saya melepas plester dan kasa pembalut luka. Setelah terangkat, maka tampaklah sebuah garis sepanjang 10 cm, bekas luka operasi yang dijahit sembilan jahitan kulit  yang berwarna coklat akibat terkena cairan antiseptis Betadine. Sdr S juga melihat luka operasi pada lipat paha Opa M. Saya melihat wajah Sdr S pucat dan berkeringat. Ketika saya tanya kenapa kamu S? Sdr S. berkata saya belum pernah melihat luka  dan jahitan seperti itu, saya ngeri melihatnya.”

Saya berkomentar “Benar, Bu. Seseorang yang tidak terbiasa bila melihat luka jahitan atau luka yang baru yang masih  berdarah akan merasa  panik, takut, tegang dan berkeringat dingin. Bagi tenaga medis yang  pernah  bekerja di bagian Bedah Rumah Sakit keadaan tsb sudah biasa dan tidak membuat tegang. “

Saya melanjutkan “ Baik, sekarang saya lihat Opa M.”

Kedatangan saya pagi itu juga bermaksud akan mengangkat jahitan luka operasi Opa M. Ada sembilan jahitan kulit. Operasi tanggal 19 dan sekarang tanggal 25, berarti sudah enam hari. Biasanya pada hari kelima,  jahitan kulit sudah dapat diangkat, kalau  luka tidak bengkak dan luka kering tidak ada nanah. Luka Opa M baik dan kering. Saya mengangkat 1 jahitan kulit tsb dan memeriksa bagaimana luka tsb ketika saya sedikit meregangkan tepian luka. Bila kulit rapat tertutup maka luka sudah kering. Pada Opa M ini kedua tepian bekasa sayatan pisau bedah belum begitu rapat benar. Saya kahawatir penyembuhan Opa M yang sudah sepuh ini masih perlu waktu beberapa hari lagi untuk membuat lukanya kering. Akhirnya saya angkat jahitan kulit tsb secara selang seling, masih tersisa 4 jahitan lagi yang  akan saya coba angkat 3-4 hari kemudian.

Keadaan umum Opa M baik, makan minum sudah bagus, b.a.k. dan b.a.b juga lancar, tidak ada demam, tekanan darah juga normal. Semoga Opa M ini segera pulih kesehatannya setelah mengalami operasi tsb.

Semula Pengurus Panti Wreda akan membawa Opa M ke Rumah Sakit untuk angkat jahitan. Saya pikir kalau luka baik, tidak usah ke Rumah Sakit lagi-lah, saya akan mengangkat jahitan kulit tsb yang biasa saya lakukan juga bagi pasien praktik sore saya di tempat praktik. Mengangkat jahitan kulit pada  orang dewasa yang tenang tentu lebih sederhana dan lebih mudah dari pada melakukan  sirkumsisi ( khitanan ) pada seorang anak usia sekitar 4-7 tahun yang sering mengangis  atau meronta-ronta ketakutan.-

Tuesday, November 24, 2009

Seperti anak-anak lagi


Siklus hidup manusia terjadi mulai masa Janin, masa Bayi, masa Anak-anak, masa Remaja, masa Dewasa, masa Tua, meninggal dunia. Generasi muda akan  muncul dengan siklus hidup seperti itu pula.

Saya kenyang  menghadapi sikap para warga Panti Wreda milik Gereja kami. Dari 14 warga saat ini tinggal 10 warga yang terdiri dari 4 Opa dan 6 Oma.

Opa M, 69 tahun, minggu lalu mengalami operasi penyakit Hernita inguinalis di salah satu Rumah Sakit. Selesai operasi dan rawat inap 2 hari, Opa S pulang ke Panti kembali. Keadaan umumnya cukup baik, luka operasi  baik.

Keluhan dari Ibu Panti dan sesama warga Panti terhadap Opa M ini sama karena  bila tiba waktu makan, maka Opa M ini seperti mogok makan. Meskipun ada makanan, sepertinya Opa S  tidak ada selera makan padahal lauk pauk cukup baik. Opa M harus dibujuk-bujuk agar  jatah makanannya segera dimakan. Bila tidak mempan, maka sering kali diomelin oleh Ibu Panti. Opa  M yang tidur sekamar juga sudah habis kesabarannya membujuk Opa S agar mau makan.

Alasan tidak mau makan katanya, perutnya mual,  mau muntah bila melihat Telur atau Susu.

Selaku dokter di Panti, saya sudah memberikan Vitamin penambah nafsu makan, obat anti mual dll selain obat dari Rumah Sakit. Saya juga sudah memberi motivasi agar Opa S mau makan yang banyak. Kalau tidak makan, maka tidak ada tenaga dan bagaiman amau cepat sembuh dari sakitnya?

Saya membandingkan dengan keluhan Ibu-ibu yang datang mengantar anak-anaknya  berobat. Keluhan umumnya juga terdapat menurunnya selera makanbila sedang sakit atau bila sedang sehat sekalipun. Anka-anak tsb harus dibujuk-bujuk dan diming-imingi janji-janji akan diajak jalan-jalan dsb. Bila sudah habis kesabarannya Ibu-ibu ini  dapat menjewer telinga anak-anaknya. 

Kepada warga Panti, orang yang sudah lanjut, bila telinganya  dijewer maka ia akan marah, bukannya  menuruti kehendak Ibu Panti. Jadi perlakukan kepada umur lanjut berbeda meskipun perangainya mirip anak-anak.

Oma T lain lagi  kelakukannya. Mirip anak-anak juga.

Bila sudah masuk Kamar Mandi, maka ia akan lama keluar dari Kamar mandi. Bila diperiksa ternyata ia sedang main air di ember yang tersedia di kamar tsb. Persis seperti anak Balita yang senang main air. Bila dipaksa keluar dari kamar Mandi, ia akan meronta-ronta. “Nanti dulu, nanti dulu. “ Kalau tidak dipaksa keluar,  kapan akan selesai mandinya?  Oma T juga sering ngompol ( seperti anak-anak juga ) dan mesti dipakaikan Pampers untuk menampung urinenya.

Opa dan Oma yang lain meskipun umurnya sebaya dengan Opa S dan Oma T, tetapi kelakuannya biasa saja tidak mutlak seperti mereka.

Oleh karena itu bila kita yang masih mempunyai Ortu ( tentu usianya sudah lanjut ), janganlah merasa heran bila kelakuan beliau-beliau ini  kembali seperti anak-anak.-

Thursday, November 19, 2009

Yuk Mengenal eBook Reader Device: Hanlin V3

Tidak Cuma HP saja yang banyak dari Negeri Cina. eBook Readerpun ada. eBook Reader ini diproduksi Jinke yaitu Hanlin V3.Hanlin V3 adalah peralatan elektronik portable yang mempunyai fungsi sebagai alat baca ebook. Performanya yang stabil, tingkat resolusi pencahayaan yang tinggi memungkinkan menggunakannya baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Layar teknologi Eink berukuran 6 inch ini

Wednesday, November 18, 2009

Minta Resep saja


Untuk dapat memberikan Resep yang jitu, dokter harus membuat Diagnosa ( penentuan penyakit ) yang tepat. Diagnosa yang salah akan memberikan  Resep yang salah juga dalam upaya pemberian Terapi ( pengobatan ). Akhirnya penyakit tidak sembuh.

Kalau tidak tahu apa Diagnosanya, maka akan sangat sulit memberikan Terapi yang tepat.

Kalau lampu di rumah kita padam, maka ada beberapa kemungkinannya:

  1. Lampu rusak ( mesti ganti Lampu yang baru )
  2. Terjadi hubungan pendek dalam sistim listrik rumah kita ( perbaiki mana yang salah )
  3. Tidak ada aliran listrik dari PLN ( harus sabar menunggu datangnya aliran listrik atau pergunaan Generator set untuk menghasilkan listrik  )

---

Kemarin sore datang berobat  Ibu N, 65 th, pasien langganan saya, dengan keluhan : nyeri pinggan sebelah kanan sampai ke daerah bawah pusar. Ada rasa mual. Perut sedikit kembung. Tekanan darah sedikit tinggi. Dari pemeriksaan saya mengambil kesimpulan ini adalah suspect ( tersangka )  Batu saluran kencing sebelah kanan.

Saya menganjurkan agar membuat suatu Foto Perut ( BNO ), agar ditemukan Diagnosa yang benar dan pemberian Terapi yang benar. 

Pasien menolak dan ia berkata “Dok, minta resepnya sajalah. Engga usah buat Foto lagi.”

Dalam hati saya menganalisa mengapa ia menolak dibuat Foto BNO:

  1. Tidak ada dana yang cukup ( padahal ia mempunyai usaha yang cukup baik )
  2. Takut penyakitnya ditemukan ( menyembunyikan penyakit sendiri )
  3. Percaya bahwa dengan hanya minum obat saja penyakitnya akan sembuh .
  4. Pasien tidak mengerti ( padahal sudah dijelaskan maksudnya dan agar resep obatnya benar untuk penyakit yang dideritanya ).

Dari pembicaraan saya dengan Ibu N ini, ternyata ia sudah juga berobat kepada dokter lain dan diberi resep kapsul, konon untuk penghancur Batu saluran kencing. Resep itu dibeli, tetapi ia tidak mau meminumnya. Aneh juga sikapnya ini membeli obat tetapi tidak diminumnya. Mungkin pasien ini tidak percaya kalau ia menderita Batu Saluran Kencing. Oleh karena itu saya menyarankan dan membuatkan Surat pengantar ke sebuah Klinik Rontgen terdekat untuk membuat Foto BNO yang sangat dibutuhkan agar penderitaan pasien ini cepat sembuh.

Akhirnya saya membuat resep obat yang bersifat simptomatis ( penghilang gejala penyakit saja ) dan memberikan Surat pengantar pembuatan Foto BNO.

Kalau pasien ini tidak mau membuat Foto BNO dan 2 hari kemudian nyeri pingganganya belum sembuh, mungkin ia datang kembali kepada saya. Bila tidak datang lagi, kemungkinan ia akan pergi ke dokter lain yang dapat menyembuhkan penyakitnya.

---

Terlepas dari semua faktor, sering kali upaya penyembuhan penyakit  memerlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter. Kalau saran dokter tidak dijalankan, maka hasil terapi juga tidak baik dan penyakit tidak sembuh.

Kalau penyakit tidak sembuh juga meskipun sudah datang berobat berulang kali, pasien menyangka dokternya tidak pandai. Wah …berabe juga. Sudah sekolah dokter bertahun-tahun, tapi akhirnya dijuluki dokter yang bodoh. Siapa yang salah? Suatu renungan bagi kita semua.

Saturday, November 14, 2009

Ingin Gratis


Sejak dahulu sampai sekarang, kalau mendapat kesempatan untuk mendapatkan sesuatu dengan harga terjangkau  bahkan gratis selalu diharapkan banyak orang.

Beberapa kali saya sempat “ditodong” oleh beberapa kenalan saya untuk membuatkan resep  untuk dia mereka sendiri atau keluarga mereka.

Merasa kenal dekat denagn saya, mereka meminta kepada saya untuk diberi resep obat untuk menyembuhkan penyakitnya.

Kisah ini sebagai sebuah contoh kasus.

Ketika saya masih bekerja di sebuah Puskesmas, saat Rapat Bulanan di Kecamatan belum dimulai, ada seorang kenalan dari Instansi lain meminta Resep obat untuk putranya, umur 2 tahun dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu.

Pak A berkata kepada saya  “Dok, putra kami demam sudah 2 hari. Tolonglah minta resep obatnya.”

Saya menjawab “Umurnya 2 tahun ya. Bagaimana  kalau nanti sore, saya periksa dahulu di tempat praktek saya sebelum dibuatkan resep obatnya.”

Pak A menjawab “Rumah saya jauh, Dok. Lima kilometer dari kota Cirebon.” Ia tinggal disebuah Kecamatan di Kabupaten Cirebon. Kalau datang  di tempat Praktik saya mungkin ia khawatir kalau saya akan memungut doctor fee.

Saya berkata lagi “Kalau begitu berobatlah ke Puskesmas terdekat.”

Pak A menjawab “Kami belum sempat, Dok”.

Aneh juga ya anaknya sakit sudah 2 hari, tetapi orang tuanya belum sempat membawa anaknya ke Puskesmas untuk berobat. Kebetulan kami bertemu dalam Rapat Kecamatan dan Pak A minta resep obat  dari saya. Bagaimana saya tahu Diagnosa ( penentuan penyakitnya ) kalau belum sempat melihat dan memeriksa pasien tsb.

Saya berkata lagi dengan santai kepada Pak A “Pak, kalau saya buatkan resep obat, saya tidak dapat menjamin seratus persen sembuh, sebab saya tidak tahu penyakitnya.”

Pak A juga menjawab dengan santai “Ah masak tidak sembuh sih. Bapak kan Dokter, pasti sembuh lah.” Wah hebat juga sugestinya, bahwa ia yakin kalau saya dapat menyembuhkan demam putranya dengan hanya mendengar keluhannya saja. Kalau bisa sembuh, hebat juga  ya Dokter ini.

Dari sedikit tanya jawab mengenai keluhan putranya, akhirnya saya membuatkan juga sebuah resep Puyer dan Sirop antibotika untuk pasien tsb. Sebagai tambahan petunjuk agar putranya diberi minum yang cukup dan kompres dingin pada kepalanya. Bila keluhan putranya tidak reda dalam  dua hari, maka sebaiknya diperiksakan di Puskesmas terdekat.

Timbul pertanyaan: apakah saya bekerja secara profesional?

Jawabnya : pasti tidak.

Mengapa dibuatkan resep obatnya, tanpa melalui pemeriksaan dulu?

Jawabnya : demi kemanusiaan.

Bulan berikutnya saat Rapat Bulanan di Kecamatan, saya bertemu lagi dengan Pak A.

Saya bertanya kepadanya  “Pak, bulan lalu saya beri Resep obat untuk putra Bapak. Apakah sembuh?”

Pak A dengan wajah cerah menjawab “ Wah….sembuh  Dok. Makasih banyak ya. Kami tidak membawa putra kami ke Puskesmas sebab sudah sembuh. Dokter hebat sih.”

Saya menjawab dengan rendah hati “Ah….bukan saya yang hebat, tetapi sugesti Bapak yang hebat sehingga penyakit putra Bapak menjadi sembuh.”

Saya membatin “Apakah saya memang hebat atau pasien sembuh karena kebetulan obatnya cocok dengan penyakitnya.”

Apapun jawabnya, saya bersyukur kalau pasien tsb dapat sembuh dengan harga  obat yang terjangkau dan doctor fee yang gratis. Tidak ada salahnya menolong orang lain bukan?

Wednesday, November 11, 2009

P e n i p u


Kemarin pagi sekitar pukul 10.00 saya menerima telepon ( telepon rumah ).

Terjadilah dialog antara saya dengan wanita muda si penelpon.

“Halo ini dengan pak Basuki?’

Saya jawab “Betul. Dari siapa ya.”

Dia menjawab “Dari Bank Anu ( salah satu Bank ) .”

Rasanya aneh sebab saya bukan Nasabah dari Bank tsb dan tidak pernah berhubungan dengan Bank tsb . Saya mulai curiga.

Ada  apa dengan Bank Anu?” saya bertanya.

Dia berkata lagi “Kapan tagihan Kartu Kredit Visa dari Bank Anu akan dilunasi?”

Saya jengkel, telepon saya tutup.

Beberapa detik kemudian, telepon berdering lagi. Saya diamkan. Telepon berdering 5 kali.  Sambil ogah-ogahan saya angkat telepon.

Dengan suara yang persis sama, dia bertanya “Ini dengan Pak Basuki?”

Saya jawab “Basuki siapa ya?”

Dia berkata sekenanya “Ya Basuki aja.” 

Nah ketahuan kan. Yang namanya Basuki ada banyak. Mungkin sekali dia  mendapatkan nomer telepon dari Buku Telepon. Dia tidak mengetahui identitas lawan bicaranya. Dia menelepon secara acak saja.

“Tagihan Kartu Kredit Bapak sebesar Dua koma enam juta rupiah, kapan mau dilunasi?”

“Saya tidak punya account di Bank Anu, apalagi punya hutang disana.”

Dia mulai pura-pura meradang “Bapak jangan bohong.”

Dalam hati: Lho yang bohong itu siapa: saya atau kamu heh….?  Bego juga dia.

“Begini saja, anda datang ke tempat saya alamatnya di jalan anu nomer sekian. Saya tunggu !” saya langsung menutup telepon.

Saya membatin: enak saja bicara dan menagih. Kenal juga tidak. Juga bicaranya kasar ( “Bapak jangan bohong”), tidak sesuai dengan harkat seorang wanita.

Sampai 1 jam dia tidak  datang. Mungkin sekali dia berada  di kota yang lain yang mencoba ngerjain saya.

Kalau saya lama-lama bicara mungkin sekali, saya akan terjebak dengan tipu –tipu yang jahatnya yang dapat melalui nomer ATM Bank saya dll cara jahatnya.

Caranya sama seperti beberapa waktu yang lalu saya mendapat telepon dari seorang Pria yang mengatakan bahwa :”Selamat, anda mendapat Hadiah Halo Point sebesar Rp. 35.000.000,“ Kalau benar, maka Telkomsel akan kirim surat kepada saya sebagai pelanggan tetapnya, bukan dengan cara seperti itu.

Setelah berdialog sebentar, akhirnya dia menanyakan  Bank dan Nomer Rekening saya.

Nah...... ketahuan deh maksud jahatnya.

Telepn saya tutup. 1 menit kemudian saya telepon balik ke nomer tsb, tidak ada seorangpun yang menjawab. Telepon tadi membisu. Dasar…….

Tuesday, November 10, 2009

Kepatuhan minum obat


 Sering terjadi pasien setelah berobat ( di Rumah Sakit, Puskesmas, Dokter Praktik swasta ) penyakitnya tidak sembuh. Pasien  mengeluh, kok penyakitnya tidak sembuh-sembuh.

Di bawah ini akan dijelaskan masalahnya, sbb:

Keberhasilan upaya penyembuhan ( terapi ) dipengaruhi banyak faktor, antara lain:

1. Diagnosa penyakit yang benar. Setelah melewati proses: Tanya jawab ( anamnesa ), Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang ( laboratorium, foto Rontgen, USG, ECG dll ) dll, dokter akan membuat Diagnosa ( penentuan penyakit ) dan memberikan Pengobatan. Pengobatan dapat berupa: Rawat Inap di Rumah Sakit atau cukup Rawat Jalan ( pasien kontrol beberapa hari kemudian ). Bila Diagnosanya belum dapat dibuat atau salah Diagnosa maka ada kemungkinan Penyakit pasien tidak / belum dapat disembuhkan. Oleh karena itu sebelum diberikan Terapi, Dokter harus membuat Diagnosa penyakit dengan benar sebelum memberikan Terapi yang benar juga sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.

2. Resep obat yang diberikan harus diminum sesuai petunjuk dari Dokter yang merawatnya. Penggunaan yang salah, dapat memberikan hasil yang tidak baik. Obat anti muntah yang seharusnya diminum sebelum makan, tetapi diminum setelah makan. Akibatnya obat anti muntah tidak bekerja dengan baik dan keluhan muntah tidak sembuh. Kapsul obat yang seharusnya diminum 3 kali 1 kapsul sehari, tetapi diminum sehari 2 kali 1 kapsul. Akibatnya efek terapi tidak memadai atau penyakit tidak sembuh. Resep obat yang diberikan untuk selama 5 hari, dibeli hanya setengah resep. Akibatnya kesembuhan hanya setengahnya atau penyakit tidak sembuh. Lebih bahaya lagi bila  ada obat tergolong Antibiotika yang diminum tidak sesuai dengan lama terapi dapat membuat bakteri / kuman penyakit bukannya mati tetapi mereka akan lebih tahan ( resisten ) terhadap antibiotika tsb. Bila sakit yang sama dikemudian hari dan diberi antibiotika yang sama, maka tidak akan sembh karena bakteri penyebabnya sudah kebal terhadap antibiotika tsb. Pasien TBC yang harus minum obat anti TB selama 6 bulan tetapi hanya minum obat hanya 2 bulan saja misalnya, maka penyakitnya tidak akan sembuh, meskipun gejala batuk atau batuk darah sudah reda ( reda palsu ). Jadi petunjuk yang diberikan oleh Dokter  harus ditaati.

3. Kepatuhan pasien minum obat, juga sangat mempengaruhi kesembuhan penyakit. Obat yang seharusnya diminum tiap hari selama enam bulan untuk TBC, kadang diminum kadang tidak. Bahkan bisa sampai beberapa hari obat tidak diminum ( lupa, obat tidak dibawa bila pergi ke luar kota dll ) obat tidak  diminum. Minum obat yang tidak teratur ini sangat mempengaruhi kesembuhan. Untuk penyakit TBC, maka pengobatan diulang dari Nol lagi ( sia-sia waktu dan  sia-sia uang) meskipun ia sudah minum obat selama  1-2 minggu.

4. Kwalitas obat yang dibeli juga harus benar-benar baik. Obat mesti dibeli di tempat yang sudah ditentukan yaitu Apotik, bukan Toko obat atau Warung obat. Kita mesti waspada bila ada harga obat yang murah, bisa jadi obat itu tidak baik kwalitasnya alias palsu. Obat yang sudah kedaluwarsa, sangat dianjurkan tidak diminum lagi karena efektifitas obatnya sudah snagat menurun atau bisa jadi berbahaya bila tetap diminum.

5. Penyimpanan obat terutama dalam bentuk Sirup ( anak) harus disimpan dalam tempat yang tidak kena sinar matahari ( itulah sebabnya botol sirup dibuat dalam warna gelap/coklat untuk menghindari paparan sinar ). Obat dalam bentuk sirup tidak stabil. Bila sudah dibuka tutupnya dan tidak habis dalam waktu tertentu ( 1 minggu misalnya ) maka sebaiknya obat sirup itu lebih baik dibuang saja.

Dari keterangan di atas yang sering terjadi  adalah:

a.      Obat dibeli setengah resep saja ( setelah merasa sembuh, sisa resep obat tidak dibelikan lagi ). Penyebab hal ini  biasamya masalah keuangan.

b.     Obat diminum tidak sepanjang waktu yang dianjurkan ( resep untuk 7 hari, hanya diminum selama 2-3 hari saja. Obat yang seharusnya diminum untuk minimal 6 bulan, diminum hanya 1-2 bulan saja ). Penyebabnya ketidaktahuan pasien akan penyakit yang dideritanya.

c.      Beli obat di tempat yang dianggap lebih murah ( hati-hati dengan obat palsu, atau obat yang sudah kedaluwarsa yang masih dijual juga ). Penyebabnya juga biasanya masalah keuangan.

 Mengingat harga obat dll makin meningkat dari hari ke hari, maka pesan moralnya adalah:

 1.     Jagalah agar tubuh kita tetap sehat, jangan sakit( pola makan yang baik, pola hidup yang sehat, olah raga teratur, hindari: Rokok, Polusi udara, Alkohol, Narkoba )

2.     Bila sakit segeralah berobat kepada Dokter terdekat atau Dokter Keluarga anda.

3.     Minum obat sesuai petunjuk Dokter ( beli di Apotik untuk 1 resep obat, jangan kurang ).

4.     Bila belum sembuh, jangan segan-segan untuk kontrol ulang kepada Dokter anda.

5.     Berdoalah, mohon kesembuhan dari Sang Pencipta.

 

Semoga Anda sekeluarga tetap sehat dan dapat dapat menikmati hidup lebih baik lagi.-

Monday, November 9, 2009

Komentar terhadap Blog ini


Di Blog ini ( http://www.basukipramana.blogspot.com  ) saya sudah posting  315 artikel. Isi Blog ini macam-macam, yang paling banyak adalah sekitar pengalaman menghadapi pasien-pasien yang datang berobat ke tempat praktik saya.

Dari semua posting tsb, ada yang mendapat Komentar dari Netter yang berkunjung dan ada yang tidak. Ada banyak Netter yang berkunjung tetapi tidak memberikan Komentar apa-apa.

Dari komentar yang masuk, ada yang bersifat Positip  dan ada yang Negatip.

Kepada yang bersifat Positip saya ucapkan banyak terima kasih.

Kepada yang bersifat Negatip ( ada beberapa Komentar terhadap Posting artikel tertentu ), saya mengucapkan terima kasih karena mereka sudah berkunjung ke Blog saya.

Komentar-komentar yang Negatip itu terpaksa saya tidak publish ke Blog saya, karena saya  jengkel membaca isi Komentar Negatip tsb. Agar supaya tidak muncul Komentar-komentar  lain yang Negatip, artikel tsb saya delete saja. Artikel tsb merupakan sebuah pengalaman dalam hidup saya. Apapun yang terjadi dalam pengalaman saya tidak berarti juga terjadi dalam hidup orang lain. Jadi mestinya orang lain tidak perlu ikut campur dalam pengalaman yang sudah saya alami. Sepertinya mereka lebih  wah….dari pada saya. Ya terserah aja, kalau emang pengalamannya begitu atau buat Personal Blog aja sendiri yang berisi pengalaman hidup yang lebih hebat dari saya.

Dari semua artikel yang saya posting ada sebuah artikel yang banyak mendapat Komentar atau lebih banyak merupakan pertanyaan-pertanyaan. Saya merasa heran juga, sebab isi Blog saya ini hanya berupa pengalaman  dalam praktik saya dan bukan merupakan Ruang Konsultasi Kesehatan. Ada banyak Ruang Konsultasi Kesehatan di Internet dalam bahasa Indonesia yang dikelola para Ahli Kesehatan Indonesia. Lebih tepat kalau para Netter dapat bertanya kepada para Ahlinya di Web / Blog masing-masing..

Kalau tidak dijawab, saya merasa bersimpati kepada para penanya yang pada saat itu mereka membutuhkan informasi atau penjelasan terhadap penyakit yang mereka / anggota keluarga mereka.

Artikel itu adalah artikel tentang “Penyakit TBC paru-paru”.

Judulnya bersifat umum dan merupakan sebuah kalimat yang sangat sederhana.

Kalau artikel lain menerima sekitar 1-8 Komentar, maka artikel tadi sampai saat ini menerima 33 Komentar ( luar biasa ) dan 33 Komentar jawaban  dari saya. Jadi posting itu berisi 66 buah Komentar. Banyak juga ya!

Sering kali Penanya hanya mengirimkan 2 kalimat saja, tetapi dalam menjawab saya membutuhkan lebih banyak kalimat untuk menjawab pertanyaan yang bersangkutan.

Terlepas dari semuanya, saya berharap apa yang saya berikan dapat bermanfaat bagi para Netter yang berkunjung ke Blog saya ini. Amin.

Bila Anda ingin memberikan komentar yang membangun / Positip,  kirimkanlah dengan mengetikkan Komentar anda pada ruang yang tersedia, dibawah masing-masing artikel. Terima kasih atas kesediaan Anda.-

Sunday, November 8, 2009

Digigit Tikus



 

Tikus memang binatang yang menjengkelkan.

Di Laboratorium Tikus banyak jasanya yaitu sebagai binatang percobaan.

Ada banyak spesies Tikus, ada Tikus sawah, Tikus selokan, dll. Di Thailand dan Indonesia,  Tikus sawah dapat menjadi wabah yang  merusak tanaman padi. Di Thailand Tikus ramai-ramai di tangkap, dagingnya dijadikan Dendeng Tikus dan dijual di pasar tradisionil. Rakyat disana banyak menyukai Dendeng Tikus ini.

Saya pernah kedatangan pasien dalam waktu yang berbeda dengan keluhan Luka. Pasien A luka di Jempol kaki kiri dan pasien B lukan di Telinga kanan.

Dari anamnesa ( tanya jawab ) pasien-pasien tsb berkisah bahwa udara yang panas di musim kemarau menyebabkan mereka tidur di lantai rumah mereka hanya dialasi sebuah tikar. Suhu lantai yang agak dingin membuat tidur mereka  lebih nyaman.

Rupanya Tikus-tikus yang kelaparan di halaman rumah memasuki rumah mereka dan mencari makanan. Ketika melewati kaki dan kepala pasien tadi, Tikus-tikus kelaparan tadi rupanya mencoba melahap Jari kaki dan Telinga pasien yang sedang tidur.

Rasa sakit tergigit Tikus menyebabkan mereka terbangun dan kaget ketika mengetahui Jempol kaki dan Telinga mereka  berdarah. Mereka panik dan beramai-ramai mencari sang Tikus. Tidak diceritakan apakah mereka dapat menangkap Tikus tadi yang menjadi penyebab luka di tubuh mereka.

Mulai sekarang kita harus memberantas Tikus yang berkeliaran di sekitar rumah mereka. Ada banyak cara untuk menangkap Tikus a.l.: dengan jepretan tikus, kurungan tikus, lem tikus, racun tikus.

Alat pengusir Tikus  yang  memakai listrik pun sudah ada dijual. Bunyi dengan gelombang tertentu konon dapat membuat tikus menghindari ruangan yang dipasang alat tsb.

Tikus rupanya akan menghindar bila mendengar bunyi dengan frekwensi tertentu. Dari beberapa orang penjual Jangkrik, konon suara jangkrik akan membuat Tikus menghindari ruangan dimana terdapat bunyi jangkrik. Bila anda ingin mencoba, dapat memelihara beberapa ekor Jangkrik jantan yang ditaruh di beberapa tempat di sekitar atau di dalam rumah kita. Semoga rumah anda terbebas dari Tikus.