Friday, September 14, 2012

Dr. Eng. Khoirul Anwar, Tunas Bangsa yang Mekar di Jepang


Hari ini membaca berita di Tempo (14/8/2012) mengenai 10 Tokoh Penemu Nasional Versi Majalah Tempo, saya terpatung pada sebuah nama pada urutan ke tujuh, yaitu Khoirul Anwar, yang menemukan teori 4G tanpa Cyclic Prefix, cikal bakal teknologi 4G. Alasannya sederhana karena baru pekan lalu saya bertemu beliau, berbincang dan berdiskusi dalam gelaran acara buka puasa bersama yang kami adakan atas nama PPI Jepang Komisariat Toyama.

Singkatnya, kami dari PPI Toyama mengadakan acara buka puasa bersama dengan mengundang teman-teman muslim se-daerah Hokuriku yang mencakup wilayah Kanazawa, Fukui, dan Toyama sendiri. Pada awalnya kami tak mengundang beliau secara khusus, karena selain belum akrab, kami pikir beliau juga pasti sangat sibuk. Tetapi takdir Allah telah terancang sempurna. Ketika kami membutuhkan seseorang yang kapabel untuk memberikan tausiah dalam acara buka puasa, kami diarahkan untuk menghubungi beliau. Saya pun mencoba mengontak beliau dan pada saat itu telpon saya tidak diangkat (belakangan saya ketahui beliau lagi meeting). Dan akhirnya saya memutuskan untuk tidak menghubungi beliau lagi karena takut mengganggu (terlebih segan). Tetapi tepat pada hari H, saya diminta menghubungi beliau lagi karena ternyata beliau akan datang ke acara kami. What a surprise !!!. Dan bertepatan pada pagi itu juga saya membaca hasil wawancara beliau dengan majalah KOMOREBI, majalah online petama KAMMI, Jepang, sehingga bisa lebih kenal mengenai beliau. Jadilah saya menghubungi beliau, dengan meminta maaf atas keterlambatan saya menelpon beliau, dan alhamdulillah, beliau pun bersedia mengisi tausiah diacara buka puasa kami.

Sebenarnya ini bukan kali pertama saya bertemu beliau, karena tiga pekan lalu saya juga sempat bertemu beliau di Kongres PPI Jepang yang dilaksanakan di Kobe, walaupun saat itu saya tidak sempat ngobrol dan berkenalan dengan beliau. Jadilah pertemuan diacara buka puasa itu adalah kali pertama saya berkesempatan langsung berdiskusi banyak hal dengan beliau. Kesan saya terhadap pria kelahiran Kediri tahun 1978 ini adalah ada aura ketenangan ketika menatap beliau. Kecerdasan nampak dari tutur katanya yang terjaga, dan hanya dengan mengobrol dengan beliau maka semburat semangat seolah-olah terpancarkan ke dalam diri saya. Saya hanya selalu berucap subhanallah, begitu baik aura ayah 4 anak ini.

Saya akan mencoba menguraikan beberapa hal yang saya ketahui mengenai beliau (yang selanjutnya mungkin akan saya sebut dengan nama) dari hasil membaca profil beliau yang tersebar di internet, hasil wawancara beliau dengan majalah KOMOREBI dan hasil diskusi saya sendiri dengan beliau. Berikut sekilas kisah Tunas Bangsa yang Mekar di Jepang ini.
Khoirul Anwar lahir dari pasangan Sudjiarto (alm) dan Siti Patmi yang berprofesi sebagai petani yang tak memiliki riwayat pendidikan. Pada saat baru saja lulus dari Sekolah Dasar (1990), Khoirul menjadi yatim setelah ayahnya meninggal karena sakit. Biaya hidup dan sekolahnya kemudian hanya ditanggung oleh ibunya seorang.

Dari SD hingga kuliah, Khoirul Anwar selalu berprestasi sehingga ia meraih bea siswa yang dapat meringankan orang tuanya. Walaupun didera kemiskinan, dia selalu memiliki jalan untuk terus melanjutkan pendidikannya. Bahkan ketika dia harus melanjutkan studi SMA nya di Kediri, tiba-tiba saja ada yang menawarinya kosan secara cuma-cuma.

Satu hal yang dia selalu ingat adalah ketika ingin mendaftar masuk ITB dia diharuskan membayar uang registrasi (pembangunan) sebesar Rp. 850. 000,- pada saat itu dan untuk itu kakeknya rela menjual sapinya untuk membiayai Khoirul.

Setelah menyelesaikan kuliahnya di ITB selama 4 tahun dengan gelar Cum Laude, Khoirul Anwar bekerja selama 2 tahun di PT. Astra Graphia Information Technology, Sunter, Jakarta, sebelum mendaftar beasiswa Panasonic untuk studi lanjut program magister ke Jepang. Khoirul Anwar menjadi salah satu dari lima orang penerima Panasonic Scholarship. Alasannya memilih Jepang sederhana karena beliau terisnpirasi oleh penemu Yagi-Uda Array Antenna yang banyak digunakan di Indonesia. Antena yang berbentuk panah yang digunakan untuk menangkap siaran televisi ini ditemukan oleh Yagi-Uda Sensei (yang monumennya dapat ditemukan di Tohoku University).

Khoirul Anwar mengakui bahwa tahun pertamanya di Jepang begitu sulit, disamping karena baru menyesuaikan diri, pada saat itu juga dia harus belajar bahasa Jepang dan mempersiapkan diri untuk ujian masuk universitas. Karena jika gagal berarti dia harus kembali ke Indonesia. Diapun berpesan bahwa dalam belajar di Jepang, kita harus tahu nilai-nilai filosofis dari sebuah materi yang hanya dapat diketahui dengan banyak bertanya ‘mengapa demikian’. Karena menurutnya, soal-soalnya ujian pasca sarjana tidak susah dan ‘hanya’ mencakup nilai-nilai filosofis tersebut.

Selama studi magister Khoirul Anwar mengikuti seminar presentasi (gakkai) sebanyak 20 kali yang artinya kurang dari dua bulan sekali ada hasil baru yang mampu dia publikasikan. Sebuah pencapaian luar biasa. Menurut beliau, hal ini bisa dia capai karena kemanapun dia pergi, misalnya lagi menunggu kereta, diatas kereta atau bus, ke tempat belanja, beliau selalu membawa jurnal-jurnal ilmiah untuk dibacanya dan ketika dia mendapatkan ide, dia kemudian langsung kembali ke laboratorium untuk mengaplikasikan ide-idenya. Ketika berhasil segera dia menuliskannya kedalam bentuk jurnal ilmiah yang siap dipresentasikan. Pencapaiannya saat master ini membuat senseinya sendiri takjub.

Alasan beliau bekerja begitu keras saat itu, karena beliau berpikir bahwa bea siswanya hanya mencakup bea studi magister, sehingga beliau berpikiran stelah master beliau akan kembali ke Indonesia, maka dari itu beliau ingin mengetahui sebanyak mungkin ilmu yang bisa dia dapatkan. Dia juga bercanda mengatakan bahwa dengan banyaknya hasil riset penelitian dia bisa berkeliling dunia gratis karena mengikuti berbagai seminar. Maret 2005, pria yang mengangumi Eisnten dan Thomas Alfa Edison ini, menyelesaikan studi masternya hanya dalam waktu 1,5 tahun (di jepang normalnya 2 tahun) sebagai salah satu wisudawan terbaik.

Karena prestasinya, Khoirul Anwar mendapatkan bea siswa dari sebuah perusahaan Jepang untuk melanjutkan studi S3 nya di kampus yang sama, Nara Institute of Science and Technology (NAIST). Meskipun mengaku lebih menahan diri dalam berkarya saat studi doktoral tetap saja progresifitasnya dalam berkarya dan berprestasi tidaklah berkurang. Maret 2008, Khoirul Anwar pun kembali tercatat sebagai salah satu wisudawan terbaik pada program doktor Graduate School of Information Science, NAIST. Dari disertasinya dia memiliki hak paten dari Jepang dan Amerika dan kini teknologi tersebut digunakan oleh sebuah perusahaan satelit di Tokyo.

Sangat menarik mengetahui pandangan Khoirul Anwar mengenai paten ini. Dia ingin karyanya bisa digunakan oleh semua kalangan sehingga dia tidak berniat memperpanjang masa berlaku paten karyanya (patennya berusia 25 tahun) walaupun itu memungkinkan. Baginya paten bukan untuk membuat orang terkenal tetapi bagaimana dengan paten tersebut bisa mendorong para peneliti untuk bisa terus berkarya.

Royalti paten pertamanya dia persembahkan untuk ibunya tercinta yang kini berada di Kediri sebagai bentuk penghargaannya kepada orang tua.

Setelah mendapatkan gelar doktornya Khoirul sempat hendak pulang ke Indonesia untuk berkarya. Dia pun mencoba peruntungannya ke ITB, almamaternya. Tetapi dari pihak ITB, Khoirul diminta untuk menunggu hingga bulan oktober, padahal saat itu adalah bulan maret. Lalu panggilan untuk menjadi asisten professor di NAIST tiba dan Khoirul pun akhirnya menyetujuinya. Diapun menjadi asisten professor di NAIST selama dua tahun. Setelah menyelesaikan kontraknya, kemudian dia dilamar oleh Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST) untuk juga menjadi asisten professor hingga kini.

Sumber

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.