Minggu, 30 Januari 2011, saya berada di gedung Panti Wreda Kasih dimana saya melayani dalam bidang kesehatan bagi para warga Panti.
Siang itu kami mendapat kunjungan dari sekelompok mahasiawa/i yang berjumlah sekitar 20 orang dari sebuah Akademi di kota kami. Maksud kedatangan mereka adalah untuk meninjau, berkenalan dan memberikan sumbangan kepada Panti.
Acara di mulai dengan sambutan dari salah seorang mahasiswa sebagai Ketua rombongan yang dilanjutkan dengan paduan suara yang diiringi dengan alunan Gitar yang dimainkan oleh seorang mahasiswa. Nyanyi bersama merupakan kegiatan rutin bagi warga dan Pengurus Panti.
Dari pihak Panti, Pak T, Ketua Pengurus Panti meminta saya untuk memberikan kata Sambutan. Seperti biasa tanpa persiapan untuk berbicara di depan para haridin, saya berbicara sesuai dengan acara siang itu. Sambutan yang diselingi dengan humor membuat acara menjadi tidak kaku dan riang gembira.
Saya melihat sekilas Opa SPL, 75 tahun, salah satu warga Panti, dengan serius memperhatikan saya saat saya bicara. Dalam acara Renungan bila ada salah satu warga Panti yang berulang tahun, dan bila saya yang membawakan Renungan, Opa SPL selalu memeperhatikan saya bicara. Opa SPL menjadi pemerhati saya. Selesai memberikan kata sambutan, saya duduk disebelah Opa SPL.
Sang Opa berkata “Dok, you are a good speaker. I think it is nice if you speak English too.”
Saya menjawab dengan rendah hati “Oh..it is not really.”
Opa berkata lagi “Yes, you are a good speaker.”
Saya merenung dalam hati, apakah benar saya adalah seorang pembicara yang baik. Saya tidak yakin, sebab saya berkata tanpa persiapan dan bicara apa adanya seperti air sungai mengalir kelaut. Kalaupun pendapat itu benar, mungkin itu hanya menurut perasaan Opa SPL saja. Saya tidak tahu apa komentar hadirin yang lain, sebab mereka biasanya juga no comment setelah saya bicara. Mungkin mereka menganggap itu sudah biasa.
Opa SPL bertanya kepada saya lagi “Kalau dokter sering bicara dalam bahasa Inggris maka dokter akan fasih.”
Saya menjawab “Sulit, sebab di rumah saya bicara dengan isteri saya dalam bahasa Indonesia, bukan bahasa Inggris.”
Opa SPL “ Dokter dapat berlatih bicara sendiri.”
Saya berkata “ Speak on the front of the mirror?”
Kami berdua tertawa, bicara sendiri di depan sebuah cermin………..rasanya seperti orang yang kurang waras, tetapi mungkin ada benarnya masukan itu. Berlatih bicara dalam bahasa Inggris di depan sebuah cermin, agar saya tahu mimik wajah saya dan mendengar ucapan saya sendiri.
Opa SPL “Yes it is true. No need to stay in an English country like Singapore or Australia to can speak English.”
Menurut pengakuannya, Opa SPL sendiri ulusan SMA, tapi ia menguasi 2 bahasa asing yaitu Inggris dan Mandarin. Luar biasa.
Entah mengapa Opa SPL menganjurkan saya berbicara dalam bahasa Ingris. Keinginannya ini bagus dan dapat menjadi motivasi bagi saya pribadi untuk berlatih dan bicara dalam bahasa Ingris. Lalu dengan siapa lawan bicara saya.
Saya berkata kepada Opa SPL “ I have no time for coming here every day to speak English with you.”
Sambil tersenyum Opa SPL berkata“ Oh…yes, I think you have many activities every day as a doctor.”
Sebagai orang Kristen ada 2 kemampuan yang harus dimiliki, yaitu: dapat berdoa dan dapat bernyanyi. Mungkin itu tidak sulit bagi kebanyakan orang. Setelah saya sering diminta berbicara di depan orang banyak dalam lingkungan kami, lalu saya ingin menambahkan 1 kemampuan lagi yaitu: dapat berbicara di depan orang banyak ( pidato ).
Saya perhatikan tidak semua orang dapat melakukannya. Ada orang yang pendidikannya tinggi dan pandai, tetapi bila diminta berpidato, ia kurang dapat melakukannya. Ia pandai untuk diri sendiri tetapi tidak pandai menyampaikan bagi orang-orang lain. Solusinya ia harus sering berlatih. Sama seperti berlatih bicara bahasa Inggris.
Good morning and have a nice day.