narsisme
Bahasan tentang narsisme tidak lepas dari mitologi Yunani kuno. Alkisah ada seorang dewa bernama Narcissus. Parasnya tampan. Saking rupawannya, banyak dewi-dewi kena panah asmaranya. Termasuk Dewi Echo. Suatu hari, Dewi Echo mengutarakan isi hatinya kepada Narcissus. Tapi, lelaki ini menampiknya dengan kasar. Dewi Echo pun hengkang dengan hati penuh luka sampai ajalnya tiba. Melihat ini, Dewa Apollo marah besar dan mengutuk sang dewa ganteng itu, bahwa hingga akhir hidupnya, Narcissus tidak akan pernah mengetahui cinta manusianya. Kutukan pun jadi kenyataan.
Suatu hari, Narcissus kehausan. Dia sampai di sebuah kolam yang airnya sangat jernih. Di tepi kolam itu, dia kemudian berjongkok dan ingin meminum airnya. Saat berjongkok, dia pun melihat bayangan dirinya di permukaan kolam itu. Langsung saja, saat melihat bayangan dirinya yang tampan, Narcissus jatuh cinta pada bayangan itu. Namun, bayangan itu tidak memberinya respons sama sekali. Konon akhirnya Narcissus kemudian mati di tepi kolam tersebut.
Inilah kisah mitologi kuno yang pada 1898 oleh seorang psikolog dari Inggris bernama Havelock Ellis dijadikan sebagai simbol untuk orang yang terlalu mencintai dirinya sendiri. Sejak itulah dikenal istilah narsistik yang menggambarkan manusia yang hanya berfokus pada dirinya sendiri serta menikmati pujaan dari orang lain kepadanya.
Bahkan, sekarang ini, dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) dikenal pula adanya Narcissistic personality disorder (NPD) yang dianggap sebagai salah satu dari gangguan kepribadian.
Membanggakan diri
Orang-orang yang narsis mempunyai ciri-ciri senang menjadi pusat perhatian dan senang membangga-banggakan dirinya secara berlebihan. Orang narsis berbeda dengan orang yang percaya diri, karena hampir setiap hari dia hanya berbicara soal kehebatan, kelebihan, dan selalu membutuhkan orang lain untuk memuja dirinya.
Di sisi lain, dia mengeksploitasi orang lain agar selalu merasa bangga dan menyukai dirinya. Pada saat orang mulai tidak tertarik kepadanya, dia akan segera mencari korban lain yang akan senang memberikan pujaan bagi dirinya.
Permasalahan terbesar pada orang yang narsis adalah dirinya hanya mengambil dari orang-orang di sekelilingnya, tetapi tidak memberikan balik secara tulus.
Kalaupun dia memberi untuk orang lain, yang dia harapkan adalah pujian dan pemujaan terhadap dirinya. Terkadang, orang narsis ini bisa berlaku sangat baik dan sempurna kepada orang lain, tertapi terhadap orang-orang di sekelilingnya, terhadap anak buahnya ataupun keluarganya, dia bisa jadi sangat kejam bahkan terkesan jahat.
Orang narsis pun tidak segan-segan meneror orang lain yang bermasalah dengannya dengan sms, email ataupun telepon yang membuat orang tersebut bergantung padanya. Atau, setidak-tidaknya membuat mereka merasa bersalah.
Bicara soal membangga-banggakan diri pada orang narsis ini, saya teringat dengan kisah Anna Edson Taylor yang pada 1901 menjadi orang yang pertama kali mampu menyusuri air terjun Niagara dan terjun dari atas air terjun itu hingga ke bawah dengan hanya masuk ke dalam sebuah tong!
Anna tetap hidup dan atas prestasinya tersebut, Anna sering menceritakannya. Pokoknya, hampir kepada semua orang yang pernah bertemu dengannya Anna menceritakan prestasinya tersebut.
Anna menceritakan hal ini di pertemuan minum teh, di acara makan malam, di pesta, di pertemuan bisnis ataupun dalam rapat serikat kerja.
Dia pun menceritakan kisah ini kepada para editor dan wartawan, hingga lama-kelamaan orang pun mulai muak. Tapi, Anna tidak peduli. Hingga akhirnya, sebuah surat kabar tua Denver Republican dalam ulasan editorialnya mengatakan dengan pahit kepada Anna, “Anna Edson Taylor sudah mengambil semua penghargaan dan pujian yang mestinya diberikan kepada tong kayu yang telah menyelamatkannya”.
Berbicara soal manusia narsis sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari masa lalu mereka. Beberapa teori psikologi, khususnya yang beraliran Freud, mengatakan bahwa kebanyakan mereka yang narsistik tidak mendapatkan penghargaan yang layak sewaktu kecil.
Akibatnya, hal ini menjadi unfinished business dalam kehidupan mereka. Mereka pun lantas berusaha mendapatkannya dari orang-orang di sekelilingnya ketika mereka sudah beranjak dewasa.
Dalam dunia bisnis, orang-orang narsis bisa menjadi masalah besar, khususnya dalam tim. Mereka bisa menjadi bos yang sangat pelit memberikan pujian dan penghargaan bagi timnya.
Kalaupun memberi, harapannya adalah supaya timnya bergantung padanya dan selalu memujanya. Dia pun jadi senang mengumbar prestasinya ke semua orang dan memastikan bahwa dia adalah orang yang hebat.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa prestasinya tidaklah sebaik apa yang dia klaim. Akibatnya, orang pun jadi sadar bahwa dirinya hanya membesarkan apa yang terjadi tetapi tidak sesuai dengan realitas. Lama kelamaan akhirnya orang menjauhinya.
Menghadapi orang yang narsis sebenarnya cukup mudah karena dia senang dihargai dan dipuja. Itulah yang menyebabkan orang narsis kadang mudah dikelabui. Namun, tidak selamanya orang narsis harus dipenuhi keinginannya karena dirinya tidak pernah ada puasnya.
Terkadang, mereka pun perlu diberitahu dan belajar ‘mencintai’ serta memberikan perhatian tanpa bersyarat kepada orang lain. Dalam taraf yang ekstrim, orang seperti ini butuh bantuan.
Namun, tetap perlu diperhatikan bahwa tidak semua sikap seperti self promotion ataupun rasa percaya diri yang kita tunjukkan pasti berarti narsistik. Setiap orang harus memiliki kadar mencintai dirinya sendiri. Itu adalah hal wajar. Kalau tidak, semua orang mungkin sudah bunuh diri.
Bukankah saat kita melihat foto kita, orang yang pertama kali kita lihat adalah wajah kita sendiri. Inilah insting kehidupan kita. Hanya saja, jika insting ini berubah menjadi obsesi yang berlebihan, ia pun menjadi wajah narsistik yang merusak. Marilah kita mencintai diri dan bangga dengan diri kita, secara positif!
contoh foto narsiz...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.