Kebijakan Pendidikan Indonesia | Prosedur dan Peraturan Pendidikan di Indonesia - Kebijakan pendidika Indonesia dewasa ini sudah pada fase yang di signifkan namun masih banyak kebijakan yang harus memerlukan pemikiran yang lebih masak, sehingga bisa menghasilkan kebijakan pendidikan yang benar - benar final dan sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia.
Masih banyak sekali gedung sekolah di indonesia yang masih belum sesuai dengan standar bangunan kebijakan pendidikan, hal ini mungkin karena kurang merata pembangunan infastruktur untuk memfasilitasi pendidikan di indonesia.
Dalam konstitusi negara Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 amandemen keempat Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31 ayat (1) berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,” pasal (3) berbunyi, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang,” dan ayat (4) menyatakan bahwa, “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Pasal dan ayat-ayat ini merupakan amanat dari cita-cita bangsa Indonesia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
kebijakan negara merupakan bagian dari aparatus represif negara dan pendidikan bagian dari aparatus ideologis negara. Keduanya, dalam negara kapitalis modern atau -secara halus dapat dikatakan- dalam perselingkuhan antara kaum kapitalis dengan negara, merupakan alat atau apparatus negara dalam melanggengkan hegemoni politik, ideologi dan ekonomi. Dalam hal ini terjadilah relasi saling menguntungkan antara negara dan kaum borjuis kapitalis. Negara diuntungkan dengan dukungan modal dari kaum kapitalis agar selalu dapat mempertahankan status quo mereka, sedangkan para kapitalis diuntungkan dengan persetujuan dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang makin memperlebar imperium kapitalis mereka. Namun, terlepas dari analisis Althusser tersebut, dapat dikatakan bahwa negara memang pada dasarnya bersifat hegemonik, dan penguasa negara (baca: pemerintah) selalu berupaya untuk tetap mempertahankan kekuasaannya selama mungkin, karena posisi strategis dalam pemerintahan telah menjadikan oknum-oknum dan golongan berkuasa mendapatkan keuntungan berlebih, terutama kekuasaan dan harta kekayaan. Oleh karena itu, menjadi wajar jika mereka dengan beragam cara berupaya untuk menguatkan rezim, membuat citra bagus rezim, berupaya mengontrol dan mengendalikan warga negara agar tidak merongrong rezim berkuasa, agar turut menguatkan fondasi kekuasaan rezim.
Dalam hal ini, kebijakan-kebijakan pemerintah merupakan aparatus represif negara yang tepat, ditunjang oleh pendidikan sebagai aparatus ideologis negara. Hal inilah yang sebenarnya mesti diwaspadai oleh seluruh warga negara, terutama insan pendidik, para intelektual, bahwa kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak selalu murni untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia. Bisa saja terdapat kepentingan rezim berkuasa atau kaum borjuis kapitalis yang menyusup lewat kebijakan-kebijakan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan yang secara ideologis, filosofis, dan konseptual dirasa tidak sesuai dengan visi ideologis kerakyatan, kebangsaan, dan keindonesiaan mesti dikaji secara kritis. Apalagi ketika sudah terbukti bahwa kebijakan tersebut, bahkan pada level inisiasinya saja telah menimbulkan pro-kontra di masyarakat dan berbuah pada kerusakan sistematis, juga berakibat kesenjangan yang makin jauh antara cita ideal dan realita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.