Ketika praktik tadi malam, saya dimohon datang ke rumah seorang pasien Pak N, 59 tahun.
Rumahnya sekitar 200 meter dari tempat praktik saya. Kebetulan saat itu sedang tidak ada pasien sehingga saya segera dapat mengunjungi pasien ini.
Saya terkejut melihat ada begitu banyak sanak famili dan tetangga Pak N di sekitar rumah dan di dalam rumahnya.
Salah satu putra Pak N berkisah, bahwa Pak N ini baru pulang dari sebuah RS swasta, setelah di opname selama 1 minggu. Konon Jantungnya bengkak dan diberi obat L ( sejenis diuretika, untuk melancarkan pipis sehingga beban Jantung berkurang ). Saya melihat hasi Foto Thorax ( Jantung Paru-paru ) milik Pak N. Nampak besar Jantung > 50 %, Jantungnya membesar. Hari itu Pak N, meronta-ronta minta pulang. Keluarganya akhirnya membawa Pak N pulang ke rumah mereka, meskipun kesehatan pak N belum membaik benar dan juga masih dipasang Infus pada lengan kanannya.
Saya punya pengalaman pasien-pasien lain yang dirawat di RS yang minta pulang.
Pulang kemana?
Sering kali dalam menghadapai pasien-pasien yang demikian berat penyakitnya, maka kemungkinan yang pertama yang akan terjadi, hanya pihak keluarga sering tidak menyadari dan tidak mengerti.
Saya memeriksa Pak T: kesadaran sopor, mendekati Coma, tekanan darah: tinggi, suhu tubuh tinggi ( ada demam ), reflex pupil ( anak mata ): positip lemah. Saya berkesimpulan kesehatan Pak N ini kritis.
Bermacam obat dari RS tergolek di meja, tetapi bagaimana dapat diminum kalau pasien tidak sadar dan tidak dapat minum air. Saya menganjurkan kepada pihak keluarga agar Pak N ini kembali di rawat di RS semula.
Pihak Keluarga tampaknya enggan melakukannya. Saya mengerti, ini suatu dilema.
Baiklah, lalu saya berkata bahwa saya diminta tolong untuk datang dan memeriksa kesehatan pak
Pihak Keluarga minta waktu untuk berunding. Saya persilahkan tetapi berundingnya cukup seperemat jam saja. Jangan menunggu sampai besok pagi dimana saat ini akan bertambah jelek keadaannya.
Saya menjawab “Kalau dibiarkan di rumah, maka tinggal tunggu saatnya saja.”
Ibu ini bertanya lagi “Apa maksudnya tunggu saatnya?” tampaknya ia tidak paham.
Saya jawab “ Tunggu saatnya, nanti ada yang menjemput Pak N pergi menuju alam baka. Kalau di tangan di RS maka setidaknya keadaan Pak N dapat lebih baik dan mungkin ia akan sadar kembali dan dapat berkomunikasi dengan pihak leuarga untuk menyampaikan sesuatu.”
Ibu ini bertanya lagi “ Berapa persen ia akan sembuh /”
Saya menawab “Saya tidak tahu. Soal umur di tangan Tuhan, tetapi minimal pihak keluarga mau menolong Pak N yang sudah tidak berdaya. Kalau bukan Keluarganya lalu siapa lagi yang akan menolong pak N?”
Segera saya buatkan Surat Pengantar untuk masuk Rumah Sakit tadi.
Saya mohon pamit. Saya tidak tahu bagaimana kelanjutan kisah Pak N ini.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.