melayani penjualan korset untuk nyeri punggung, penyangga tulang belakang, sepatu orthopaedi, koreksi kaki pengkor pada balita, kaki palsu, tangan palsu, dll
Friday, March 26, 2010
Naik Becak
Pagi ini hari Jumat seperti biasa saya melakukan pemeriksaan kesehatan para Oma dan Opa yang tinggal di Panti Wreda milik Gereja kami.
Untuk konfirmasi tentang mobil Minibus jemput-antar, saya menelpon dengan Ibu A di Tata Usaha Gereja. Saya ingat hari ini Opa S harus diantar ke sebuah RS untuk kontrol operasi ( ektirpasi kista Aterom ). Berarti ada 1 mobil yang terpakai untu urusan Panti dan kalau saya juga harus dijemput dan diantar pulang, berarti ada 2 mobil yang dipergunakan untuk keperluan Panti.
Dari 3 mobil Gereja maka tinggal 1 mobil yang dapat dipergunakan untuk Tim Pelawatan ( kunjungan para anggota jemaat Gereja yang perlu dikunjungi dan didoakan ). Ini tidak cukup kalau jumlah otang yang akan melawat cukup banyak oleh karena ada banyak yang perlu dikunjungi. Jadi seharusnya hanya 1 Minibus yang dipakai untuk keperluan Panti.
Ibu A mengatakan bahwa untuk Dokter sudah mutlak disediakan dan karena ada keperluan ke RS maka ini mesti dipenuhi juga. Jadi tidak masalah. Tim Pelawatan mungkin bisa naik kendaraan pribadi.
Saya berpikir cepat dan memutuskan, bahwa untuk saya tidak usah disediakan Minibus jemput-antar hari ini. Biarkan saya naik Minibus pribadi saja yang kami miliki. Saya pikir beres, tidak ada masalah kendaraan jemput-antar bagi saya dan bagi Opa S.
Pagi ini pukul 08.00 isteri saya akan pergi ke sebuah Laboratprium Klinik untuk pemeriksaan Darah setiap 6 bulan sekali ( dokter juga mesti dicek kesehatannya ) seperti perawatan mobil setiap 6 bulan mesti di Tune Up kondisinya agar tetap Fit dan Tokcer. Setelah itu mungkin akan belanja atau keperluan lain sehingga praktis saya tidak dapat mempergunakan Monibus kami untuk pergi ke Panti.
Saya berpikir kalau tidak ada mobil, naik Sepeda ontel sajalah. Sekarang cuaca di kota Cirebon sedang panas terik pada saat pagi menjelang siang. Kalau saya naik Sepeda sejauh sekitar 3 Km ke Panti maka baju saya akan basah dengan keringat atau harus ganti baju untuk memeriksa kesehatan para pasien. Wah berabe juga nih….Saya tidak mempunyai Sepeda motor, karena sudah puluhan tahun Vespa saya sudah dijual untuk tambahan membeli Sedan Fiat tahun 1958 bekas.
The show must go on! Don’t worry.
Masih ada alat angkutan lain, yaitu Becak.
Pak O yang biasa mangkal di dekat rumah kami, saya minta untuk mengantar saya ke Panti dan mengantar pulang lagi setelah tugas saya selesai. Beres lah.
Pukul 09.15 saya diantar Becak ke Panti. Setiba di Panti saya melihat dan melambaikan tangan kepada Pak SK ( angota Pengurus Panti ) yang sudah siap membantu saya untuk pelayanan pagi ini. Ia bingung kok ada Becak mengantar Dokter ke Panti. Tidak biasanya!. Setelah saya jelaskan bahwa semua mobil Gwereja di pakai maka saya datang naik Becak. Aneh pikirnya.
Walah,…apakah dokter tidak boleh naik becak?
Saya pikir naik Mobil atau naik Becak atau turun dari Langit sekalipun rasamya tidak masalah. Yang penting saya dapat melakukan pelayanan tepat waktu, bukan?
Selesai tugas saya, saya pamit untuk pulang naik Becak Pak O lagi.
Dalam perjalanan pulang kami berpapasan dengan Minibus Gereja yang pulang dari RS untuk antar Opa S. Minibus berhenti dan Ibu E ( Ibu Panti ) bergegas menemui saya yang turun dari Becak.
“Opa S beres, Bu?” saya bertanya kepadanya.
Ibu E menjawab “ Luka operasi Opa S bagus, 3 hari lagi angkat jahitan, Dok. Dokter kenapa naik Becak? Biarkan Pak Supir U untuk antar Dokter pulang, ya”
Saya menjawab “Iya nih ada sedikit masalah dengan Mobil kami, tapi no problem lah, biarkan saya pulang naik Becak saja. Toh sudah dekat dengan rumah kami. Pak Supir langsung ke Panti dan kembali ke Gereja saja.”
Pak Supir U berkata “Dok, saya antar Dokter pulang naik mobil saja, jangan naik Becak.”
Saya menjawab “Enggak usahlah, antarkan Opa S dan Ibu E ke Panti saja. Biar saya naik Becak Pak O saja.”
Saya melihat pagi ini sudah ada 3 orang yang terheran-heran melihat saya naik Becak. Oh…Becak. Apa salahmu??
Saya bergegas naik Becak Pak O dan menikmati berhembusnya angin di pagi hari itu. AC alami.
Saya membatin “Apakah saya tidak boleh naik Becak? Tugas saya dapat dikerjakan, meskipun dengan naik Becak. Bagi saya sudah cukup. Saya tidak minta macam-macam.
Yang penting semua berjalan dengan baik: Tim Pelawatan dapat bekerja, Opa S dapat kontrol di RS dan saya naik Becak dapat melayani warga Panti dengan baik. Lalu apa lagi? Ah...perut saya sudah minta diisi. Saat itu arloji Seiko 5 kesayangan saya menunjukan waktu pukul 11.30. Sudah tengah hari. Waktu berjalan dengan cepat. Tau-tau umur saya sudah berkepala -6, rambut sudah beruban, sudah tidak muda lagi. Ya Tuhan, berikanlah kekuatan kepada hambamu ini untuk dapat melayani orang-orang yang membutuhkan pertolongan saya dan isteri saya setiap hari. Amin.”
Pagi ini pengalaman saya bertambah satu lagi. Naik Becak!
Semoga kisah naik Becak ini tidak dilaporkan kepada Ibu A di tata Usaha Gereja kami. Ibu A mungkin akan merasa bersalah dan minta maaf. Minta maaf? Ah…engga perlu lah. Semua orang tidak ada yang bersalah kepada saya, kalau pagi ini saya harus naik Becak dengan ongkos sendiri yang biayanya tidak sampai biaya pemeriksaan 1 pasien. Kalau Tuhan sore nanti mengirim pasien sebanyak 1 orang saja, maka biaya Becak sudah tertutup dan kalau dikirim banyak pasein berarti itu rejeki saya. Amin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.