Wednesday, August 5, 2009

Dering HP yang menjengkelkan (2)


Berkat kemanjuan tehnologi saat ini kita dapat mendengarkan alunan suara musik dari sebuah alat yang kecil, yang dapat dimasukkan ke dalam saku baju atau celana kita. 

Bukan itu saja tetapi juga kita dapat mengirimkan pesan pendek berupa tulisan dan saling berbicara kepada seseorang: dimanapun, kapanpun, siapapun, mirip slogan Coca-cola. Kita bisa bicara dengan lawan bicara kita tidak peduli berapa jauhnya jarak antar kita. Jakarta – Denpasar o.k., Cirebon- Sydney o.k. tidak masalah kita dapat saling bicara dan mendengar dengan mutu suara yang jernih.

Alat itu bernama Handphone atau telepon genggam. Harga HP saat ini sudah mulai lebih terjangkau dari pada saat HP dipasarkan beberapa tahun yang lalu. Dengan sebuah HP, murid SD sudah dapat saling bertanya tentang soal dan jawaban Pekerjaan Rumah yang diberikan oleh Guru di sekolahnya. Luar biasa……

Saya tidak akan membicarakan kehebatan HP tetapi justru kejengkelan saya bila HP pasien berdering ketika pasien sedang diperiksa oleh dokter ( saya ).

Tiap benda ada kebaikan dan ada keburukannya.

Saat ini saya akan menceritakan kejengkelan saya ketika HP pasien berdering.

1. Terdengar Bel Ruang periksa berbunyi. Itu tanda ada pasien yang ingin berobat. Beberapa detik kemudian saya mendengar dering HP yang ternyata datang dari HP pasien yang menekan Bel tadi. Cukup lama ia berbicara. Saya menunggu di balik pintu masuk. Bukan pasien yang menunggu dokter, tetapi dokter yang menunggu pasien masuk ke ruang periksa. 5 menit berlalu percakapan mereka belum selesai. Cape deh ..... saya menunggu. Saya menutup pintu kembali kemudian terdengar dering bel ber-ulang-ulang pasien minta masuk. Setelah ia cape mennuuggu, barulah saya membukakan pintu ruang periksa. Pasien memasuki ruang periksa tanpa minta maaf atau sekedar basa-basi kepada saya.
2. Pasien lain memasuki ruang periksa dan duduk berhadapan dengan saya. Saya bertanya siapa namanya, dimana alamatnya, apa keluhannya bla…bla….Sesaat kemudian terdengar dering HP pasien itu. Tanpa minta ijin atau maaf ia langsung bicara cas ces cos dengan lawan bicaranya, diselingi ketawa cecikian. Saya menunggu ia selesai ia bicara dan melanjutkan prosedur pemeriksaan. Nampak disini bahwa pasien cuek terhadap dokternya yang justru akan mengobati penyakitnya, tetapi ia lebih mementingkan pangilan lewat HP yang ia bawa. Saya berkata “Teruskan saja bicaranya, saya mau makan dulu ya.” Pasien tersadar bahwa perbuatannya merugikan diri sendiri. Ia datang ke ruang periksa dokter untuk diperiksa kesehatannya atau mau bicara dengan temannya yang semestinya bisa dilakkan dilain waktu setelah meninggalkan ruang pemeriksaan dokter?
3. Pasien lain lagi saat diperiksa diatas bed pemeriksaan oleh saya, terdengar dering HP yang ada di dalam saku kantongnya. Pasien tanpa minta ijin langsung menyambut panggilan teleponnya dan bicara seenaknya sambil berbaring ( konyol juga perbuatannya itu ), seolah-olah tidak ada dokter yang sedang melakukan pemeriksaan atas kesehatan dirinya. Dokter dicuekin saja. Setelah selesai ia bicara, tanpa minta maaf atau sekedar basa-basi, ia bertanya “Sudah selesai, dok periksanya.” Saya jawab “Kalau anda bicara terus, saya tidak perlu memeriksa andalah. Pulang sajalah.” Ia baru tersadar bahwa perbuatannya telah menyinggung hati sang dokter. Kemudian ia minta maaf. Huh...tiada maaf bagimu!
4. Ini yang paling konyol. Demikian kisahnya: Pak W, 40 tahun, suatu sore datang ingin memeriksakan kesehatannya. Keluhan utamanya: tidak ada selera makan dan susah tidur ( insomnia ) sejak 2 hari yang lalu. Saya mendapatkan semuanya dalam batas normal ( tekanan darah, bunyi Jantung dan Paru-paru, dll ). Saat saya akan memberikan resep Vitamin dan obat penenang. HP yang ada dalam saku bajunya berdering. Pak W bicara denagn seseorang, yang ternyata isterinya yang bertanya suaminya saat itu ada dimana, sedang apa dan mengapa saat pergi dari rumah tidak memberitahukan kepada isterinya? Pak W menjawab bahwa ia sedang berobat kepada dokter ( saya ). Aneh tadi kok tidak mengeluh apa-apa, kok sekarang berobat kepada dokter. Pak W menjawab “Kalau tidak percaya bicara saja sama dokternya”, sambil menyodorkan HPnya kepada saya dan minta agar saya bicara sedikit dengan isterinya agar isterinya yakin bahwa suaminya sedang berobat kepada dokter. Huh….konyolnya. Urusan rumah tangga pasien sebenarnya bukan urusan saya. Rupanya sang isteri curiga atau khawatir, suaminya itu pergi kemana dalam keadaan sehat pada suatu sore itu? Padahal sang suami merasakan badannya tidak fit dan ingin memeriksakan kesehatannya kepada dokter langganannya.

Dari ke 4 contoh tadi ( masih ada contoh-contoh lain ) wajar kalau dering HP pasien sering menjengkelkan saya.

Mulai saat itu, demi kepentingan bersama ( pasien dan dokter ) bila pasien membawa HP saya minta dengan hormat dan sangat, agar HPnya dimatikan dahulu saat berada di dalam Ruang Periksa. Beres dah.........

Jadi jangan heran, bila anda berobat kepada saya, harap matikan HP atau jangan membawa HP kalau tidak mau dicuekin oleh saya. Pulang sajalah.......

---

Pesan moralnya:
Baik pasien maupun dokter harus saling menghargai dan menghormati.
Suatu kesalahan dapat dimaafkan, tetapi tidak dapat dilupakan.



No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.