Sydney Trip ( 10 )
3 Sept 2009:
Sejak pagi udara kota Sydney mendung, berawan, hujan gerimis dan hujan besar sampai malam hari। Kami tidak dapat menjemur pakaian dan biasanya malas bepergian.
Ketika kita berada di luar negeri dan pada suatu saat di suatu tempat bertemu dengan orang yang berbahasa Indonesia, maka secara batiniah kita merasa dekat dengan mereka, paling tidak masih dapat bertemu dengan orang-orang se-tanah air। Saya sering membatin, dunia ini kok kecil ya। Dimana-mana kita masih dapat bertemu dengan orang yang satu bahasa dengan kita.
Ketika kami berada di sebuah Kios di pasar tradisionil, Paddy’s Market yang terkenal itu di kota Sydney, isteri saya berkata kepada saya bahwa itu Ibu A. Saya memperhatikan seorang Ibu yang sedang menawar suatu barang souvenir di sebuah Kios. Saya mendekatinya untuk memastikannya. Setelah berhadapan dengannya, saya memandangnya.
Saya berpikir kalau benar itu adalah Ibu A, yang berdomisili di kota Bandung, maka ia pasti masih mengenal wajah saya. Benar saya, ketika Ibu A diperhatikan oleh saya yang berada dekat dengannya, Ibu A bertanya “ Pak Basuki ya?” Saya jawab “Benar, Ibu. Anda Ibu A, bukan?’ Ia tersenyum mengiyakan.
“Dengan siapa Pak Basuki ada di Sydney?” ia bertanya.
Saya jawab “Dengan keluarga। Itu isteri saya” sambil menunjuk ke arah kiri Ibu A. Ibu A langsung mendekati isteri saya, bersalaman dan asik ngobrol. Kami mengenal Ibu A ketika ia masih berdomisili di kota Cirebon. Saat itu Ibu A, shoping dengan salah seorang familinya yang berdomisili di Sydney. Suaminya tidak ikut shoping karena katanya sedang asik melihat TV di flat mereka. Setelah dirasa cukup, kami berpisah dengan Ibu A. Ada rasa gembira di hati kami bahwa kami masih mengenalnya dan Ibu A masih mengenal kami, meskipun sudah lama kami tidak berjumpa dan kami dapat berjumpa lagi di sebuah kota yang jauh dari tanah air.
Beberapa hari yang lalu, ketika kami menikmati Lunch di sebuah Korean Resto, kami mendengar suara percakapan 2 wanita muda sekitar 25 tahunan, Asian face, tampaknya mereka student। Mereka asik bicara dengan bahasa Indonesia dengan volume suara yang cukup terdengar jelas dan kecepatan bicara yang tinggi sambil menikmati hidangan mereka. Ah…rupanya mereka orang Indonesia juga yang sedang study di Negara Kangguru ini. Mereka tidak peduli dengan kami yang duduk di sebelah meja mereka. Disangkanya kami tidak menegerti bahasa mereka padahal itu adalah bahasa kami juga. Kami tidak menyapanya, karena kami memang tidak mengenal mereka secara pribadi.
Sydney mempunyai banyak sekolah atau perguruan Tinggi, seperti UNSW ( University of New South Wales ), almamater putra/i kami। Banyak student dan pasca sarjana orang Indonesia yang melanjutkan study S2, S3 dll di UNSW. Sydney University, Tafe Sydney Institute, dll sekolah juga terdapat di kota Sydney ini. Pada umumnya lulusan Senior High School ( SMU ) dari Indonesia setelah lulus dari Junior High School ( SMP ), sebelum dapat kuliah di salah satu Universitas, wajib mengikuti suatu pendidikan semacam bimbingan belajar ( Bimbel ) selama 1 tahun ( praktis hanya 9 bulan o.k. banyak libur ) di Univ yang akan mereka masuki. Tiap Univ bisasanya mempunyai Bimbel yang disebut sebagai Foundation. Belajar di Foundation selain untuk mempersiapkan mereka dalam bidang study masing-masing juga berlatih bahasa Inggris Australia, terutama dialek atau logat Aussie. Bahasa Inggris yang kita miliki sering kali masih Indonesian style, logat Indonesia. Orang Singapore juga punya logat Singapore atau Singlish ( Singapore English ), bahasa Inggris dengan logat Mandarin. Memang bahasa menunjukan bangsa. Logat Assie memang berbeda dengan logat Amrik atau Negara-negara lain yang perlu dipelajari oleh para calon student yang akan study disini.
Bicara soal makanan Indonesia di Sydney tidak merupakan masalah besar। Tampaknya di kota ini ada banyak penduduk Indonesia yang berdomisili atau igrasi ke Negara Oz ini. Bila rindu dengan makanan Indonesia,maka kita dapat menikmatinya di Rumah Makan Indonesia. Asal punya uang dan mengetahui lokasinya, kita dapat menikmatinya dengan mudah.
Sebuah Kedai makan “Mie Kocok Bandung”, 108 Maroubra Road, Maroubra 2035, lokasinya disebelah flat putri kami, menyediakan makanan khas Bandung ( mie kocok, Yamien/Yahun, Batagor & Siomay goring, Baso Tahu Bandung, Lotek Bandung, Sop Buntut, Gepul ala Bandung, Bandeng Presto, Combro, Risoles, Kroket dll )।
“Aneka Soto”, Indonesia Restautant, 1/70 Botany Road, Mascot 2020 menyediakan Aneka Soto ( Soto Babat, Soto Bandung, Soto MIe, Soto Ayam, Tongseng, Sop Kikil, Nasi liwet, Nasi Goreng, Nasi Timbel, Gudeg Ypgya Komplit। Tahu Gejrot ( khas Cirebon ), Es Campur, Es Teler, Es Duren dll ).
“Rosebery Martabak”, Bakso House, 341 A Anzac Parade, Kingsford MSW 2032, menyediakan MartabakManis ( rasa Keju, Pandan, Kacang, Pisang, Jagung, Pisang,Kimis ), Martabak Telur dengan beberapa rasa ( Sapi, Seafood, Sosis ayam, Vegetarian, Bakso, Ikan Tuna, Smoked Salmon dll ).
“Kharisma, Restaurant and Catering”, 65 Bunerong Road, Kingsford. NSW 2032, menyediakanm Catering, menerima pesanan Tumpeng untuk Pesta, Birthday dll,mrmpunyai menu: Bakmi Spesial “Kharisma”, Nasi Goreng Spesial “Kharisma”, Soto Solung /Jakarta / Buntut, Sate Ayam / Kanmbing. LOntong Sayur isi semur Daing dan Tahu dll.
Tahun 2007 kami pernah menimati Pempek Palembang di sebuah Kedai Pempek di Anzac parade dengan cita rasa yang sama dengan yang dijual di tanah air।
Rumah Makan Indonesia dan juga Restaurant lainnya sering kali mempunyai pramusaji yang sedikit, nyaris hanya 1-2 orang saja। Itupun merangkap sebagai Kasir dan Owner ( pemilik ). Maklum upah buruh disini termasuk mahal juga, sekitar AUD 8-10/jam.
Kemarin siang kami mencoba menikmati Ayam Goreng Tulang Lunak “Maranatha”, 392 Jone Street, Ulimo, Sydney, NSW 2000, yang menyediakan menu hidangan Khas Indonesia। Lokasi Restauran ini berada dekat perkantoran sehingga banyak yang menikmati makanan Indonesia di Resto ini. Kami memesan 5 macam hidanfgan yangberbeda sehingga kami dapat saling mencicipi. Ayam Goreng Tulang Lunak memang benar-benar lunak, o.k. dimasak Presto. Tulang Ayam pun dapat dikunyah dengan amat mudah. Dimakan dengan ditemani semangkuk Sayur Asam, ah….emang khas Indonesia. Rindu tanah air dapat terlunasi. Pemiliknya orang Chinese Indonesia. Di Resto ini saya melihat hanya ada 3 orang. Seorang pramusaji merangkap Kasir ( mungkin suaminya ), isterinya yang menyiapkan makanan dan seorang wanita muda ( mungkin putrinya ) sebagai pramusaji. Mereka dengan cekatan melayani pesanan para tamu yang makan disini. Ketika saya bertanya dimana restroom. Sang putri mereka berkata “Terus saja dan belok kanan, Oom” dalam bahasa Indonesia yang fasih. Resto dan toiletnya bersih tersedia westfafel dengan aliran air dingin yang bersih. Untuk minum air teh hangat, sendok, garpu dan kertas tissue kamipun harus mengambil sendiri ( self service ) disebuah meja di sudut ruangan dekat kasir. Hal ini tidak merupakan masalah bagi para tamu, oleh karena disini hal tsb sudah biasa secara self service dinegara Oz ini. Mengisi bensin di SPBU juga self servive tidak peduli mereka wanita / pria.
Harga makanan Indonesia pada umumnya hampir sama, sekitar AUD 8-12/porsi। Konon itu merupakan harga standard. Makanan di Resto selain Indonesia umumnya berkisar sekitar AUD 15-30/porsi tergantung apa yang dipesan.
Pk. 07.30 p.m. di flat putra kami, terjadi suatu Reuni keluarga isteri saya. 5 orang anggota keluarga isteri saya semua berkumpul dan berfoto bersama. Kami ber-9 orang menikmati Dinner bersama.
Hidangan yang disantap, kami sediakan masing-masing। 1 keluarga menyediakan 2 dus besar Ayam panggang, 1 keluarga lain menyediakan 1 Dus Lunpia Jakarta, Sate Ayam / Kambing, Pudding Coklat Strawberi, Air Jeruk, Jus mangga. Keluarga kami menyediakan Nasi Putih ( Steam rice ), Masakan daging Kangguru dan masakan sayur lain. Rasa daging Kangguru ini mirip daging sapi, lebih kenyal dan bau agak prengus / amis ( menurut saya ).
Selesai Dinner, kami ngobrol ke Barat dan ke Timur dengan santai। Tidak terasa waktu berjalan terus dan sudah menunjukkan pukul 10.30 p.m. Di luar flat masih turus hujan sejak pagi hari. Mereka pamit dan kami membereskan semua peralatan Dinner, self sercice juga o.k. tidak ada pembantu ( maid ). Bagi yang ingin hidup di Negara Oz ini sebaiknya berlatih diri untuk bekerja self service, harus dikerjakan sendiri. Bagi kita di Indonesia yang selalu dilayani oleh maid, maka disini semuanya harus self service, tidak peduli mereka keluarga Dokter atau keluarga lainnya. Sering kali kita merasa aneh, kalau pada Hari Raya Idul Fitri, para maid pulang mudik, maka keluarga yang berkecukupan tinggal di hotel yang sudah dipesan agar mereka tidak melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh para maid. Ketika maid mereka pulang, mereka kembali dari hotel mereka. Luar biasa. Penduduk Oz sudah terbiasa hidup self service.
Bila ingin bertemu dengan seseorang di Oz, kami harus buat perjanjian lebih dahulu ( dokter, keluarga dll relasi ). Bila tidak maka kami akan buang waktu, biaya transportasi bila mereka tidak mau bertemu dengan kita atau mereka seदानg cuti keluar kota dll acara. Lain Negara, lain kebiasaan. Kita harus dapat beradaptasi dengan baik.-