Kemarin sore, 29 Oktober 2009, datang berobat Ny. L.
Rasanya Ibu ini pernah datang berobat. Lalu saya tanya siapa namanya dan saya cari Catatan pasien elektronik-nya yang ada dalam Laptop Acer 12” saya.
Beberapa bulan kemudian ia tidak pernah datang kembali dan baru kemarin sore datang setelah 5 bulan tidak minum obat lagi setelah obat yang dibeli pertama kali habis. Ia mendapat uang dari saudaranya untuk membeli obat tsb. Dengan suaminya, ia sudah berpisah tanpa mempunyai seorang anak.
Saya bertanya setelah minum obat selama 1 bulan dan obatnya habis apakah ia pernah berobat ke Puskesmas atau Dokter lain?
Setelah obat habis ia tinggal bersama salah satu saudaranya di
Bulan Oktober 2009 ini ia kembali ke
Saya membatin “Bagaimana mau sembuh dari TBC parunya, kalau minum obat yang seharusnya diminum 6 bulan terus menerus tidak dilakukan?”
Memang benar untuk mendapat obat ia harus mempunyai uang. Tanpa uang obat tidak bisa didapat. Saya tidak memungut doctor fee pada kunjungan pertama dan kunjungan kemarin sore karena Ny. L tidak punya uang. Saya memberikan motivasi agar minum obat secara teratur, bila ingin sembuh dari TBC parunya dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang-orang disekitarnya ( anggota keluarga dan tetangganya ).
Ny. L hanya termenung mendengar ucapan saya. Melihat sikapnya tsb saya menjadi bingung sendiri. Mau apa lagi? Suami tidak punya. Anak tidak punya. Uang juga tidak punya. Lalu dari mana ia dapat membeli makanan sehari-hari?
Akhirnya saya membuat Surat Rujukan ke Puskesmas yang berdekatan dengan tempat tinggalnya. Semoga ia dapat berobat secara teratur di Puskesmas tsb dengan biaya terjangkau atau gratis.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.