DFO
( Direct Factory Outlet )
Sydney Trip ( 10)
2 Okt 2009.
Pk. 07.00 ( 04.00 WIB ): wake up.
Up to 10.00 a.m. Cloudy and no wind. Sesuai dengan ramalam cuaca, 3 hari ke depan, kota Sydney akan turun hujan. Hujan turun sekitar pk. 06.00 p.m.
Pagi ini kami Breakfast di flat. Isteri dan anak mantu kami masak sendiri dan menikmati Nasi putih ( steam rice ) yang dimasak dengan Rice cooker. Ditemani Kerupuk udang yang kriuk-kriuk, kami menikmati sarapan sambil ngorol bicara mau kemana siang ini?
Cuaca mendung dan gerimis membuat kami enggan keluar rumah.
Selesai makan kami melihat Film “Sumpah Pocong” dari CD bawaan dari Indonesia. Film yang dikira film hor-hor ternyata lebih banyak lucu-nya dari pada ngerinya. Aktris Yulia Perez dengan tubuh seksi-nya membawakan peran seorang isteri sang Kades dengan baiknya. Sering terdengar ketawa kami ha…ha….saking lucunya ini film Komedi. Bila ada kesempatan, anda dapat menikmati adegan demi adegan film ini ( bukan promosi lho ).
Pk. 03.00 p.m.: cuaca cerah. Kami berlima drive menuju suatu DFO ( Direct Factory Outlets ) di daerah Homebush, ex kompleks Olympiade Sydney tahun 2000. DFO ini berlokasi di seberang Parramatta Road, jalan raya yang menghubungkan kota Sydney dan Penrith ( West Sydney ).
Gedung DFO menampung puluhan Kios, toko yang menjual barang-barang keperluan Rumah Tangga, Tas, Fashion, Sepatu, Buku-buku, Cafes, Pakaian anak-anak, Jaket, Keperluan tidur dll dengan harga diskon sebesar 20 – 50 %. Saya pribadi hanya sight seeing, cuci mata. Putri kami membeli semacam Sandal. Harga yang ditawarkan mungkin murah bagi penduduk setempat. Sepasang Sepatu kats AUD 59.90, T Shirt Polo AUD 59.99, Jaket pria AUD 129,99. Kalau di kurs x Rp. 8.400,- harganya tidak cukup murah bagi kantong kita yang ber-IDR. Kalau melancong ke luar negeri emang kita akan membuang uang, bukan mencari uang. Jadi Kalkulator yang kita bawa sebaiknya disimpan dalam saku saja. Lelah juga nih kaki berjalan dalam gedung DFO yang luas dan adem ini selama 2 jam-an.
Nilai IDR kita adalah AUD 1 = Rp। 8.400,- ( berubah-ubah setiap hari ) atau US$ 1 = Rp. 10.000,- ( berubah-ubah setiap hari ). Sepertinya nilai IDR kita amat rendah, tetapi bila dibandingkan dengan mata uang Vietnam ( Vietnam Dong ) maka nilai IDR masih lebih baik. Rp. 1.000,- = VD 2.000 ( tahun 2008 ). Nah lho….nilai VD hanya setengah dari nilai IDR kita. 1 porsi Mie ayam di Jakarta sekitar Rp. 8.000,-, di Hanoi sekitar Rp. 16.000,- Sering kali para pedagang di kios-kios souvenir lebih suka menerima uang US$, karena lebih ringkas. US$ 1 = VD 20.000. Kalau punya 1 lembar US$ 100, maka nilainya sebesar VD 2.000.000. Kalau diberi pecahan uang kecil, maka kita akan punya segepok tebal uang VD. Di tiap gedung Bandara, setelah turun dari pesawat para penumpang dapat menukarkan uang US$ yang dibawa dengan mata uang setempat dengan nilai tukar yang fixed untuk saat itu. Lebih praktis dari pada menukar uang di Money changer dan harus tawar menawar lagi.
Kemampuan berbahasa Inggris juga kadang tidak cukup dapat untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat yang sering kali kemampuan bahasa Inggrisnya hanya pas-pasan saja atau tidak paham bahasa Inggris sama sekali. Logat bahasa atau dialek bahasa sepempat juga sering kali tidak kita mengerti. Lebih nyaman kalau kita dapat berbahasa mereka misalnya Mandarin ( untuk oriental countries ). Kita bisa membeli barang yang lebih murah dari pada kita berbahasa Inggris. Bertanya di mana letak Toilet room, juga merupakan masalah tersendiri bila kita makan di suatu Kafe atau Resaurant. Di Hanoi atau Macau sering kali kami harus bertanya bukan “Where is the rest room?” tetapi cukup bilang “siauwpien” atau pipis saja. Lawan bicara kita ( pramusaji ) dengan segera akan menunjuk letaknya dengan tersenyum.
Kalau semuanya mentok, maka ada jalan keluar yang cukup efektip untuk berbelanja, yaitu memakai Kalkulator saku bila ingin membeli sesuatu barang di Kios souvenir ( yang harganya masih tawar menawar )। Kalkulator akan berpindah-pindah tangan dari penjual ke calon pembeli. Setelah deal, maka jadilah transaksi tsb. Lebih enak kalau belanja bersama teman-teman se-group, saling mendukung dan seringkali si penjual akan menurunkan harga barangnya, khawatir group kita tidak jadi membeli barang-barangnya. He॥he...
Ada trik lain yaitu pura-pura kita tidak setuju dengan harga yang ditawarkan, lalu kita meninggalkan Kios-nya dan pindah ke Kios tetangganya. Sang penjual akan memanggil-manggil kita dengan hei…hei…tanda oke-lah dengan harga yang kita tawar. Biasanya kaum Ibu lebih pandai menawar dari pada kaum bapak yang lebih banyak cincai-nya atau malas tawar menawar. Harga-harga barang di Dep. Store pada umumnya fixed price, tidak bisa ditawar lagi. Tinggal gesek Kartu Kredit Visa atau Master atau bayar cash.
Pk। 06।00 p.m.
Kami drive menuju ke daerah Broadway untuk Lunch. Sedan di parkir di sebuah Dep. Store. Parkir gratis untuk 3 jam pertama. Karcis parkir diambil pada pintu masuk ( tanpa petugas ) otomatis. Ketika kami akan pulang, kartu parkir dimasukkan ke dalam mesin bayar parkir. Bila lebih dari 3 jam mesin akan menghitung berapa menit kelebihan jam parkirnya dan akan menampilkan berapa sen / AUD yang harus kita masukkan ke dakm mesin parker tsb. ( lagi-lagi tanpa petugas ). Semuanya self service. Praktis dan cepat.
Kami memasuki sebuah Resto Mexico yang bernama “BAJA CANTINA” ( kantin Baja, entah apa arti kata Baja itu ) di Globe Point Road. Menu yang tercantum di Daftar Menu terasa asing bagi kami, meskipun ada penjelasannya dibawah nama menu yang tercantum. Kami memesan 5 macam hidangan yang dapat kami share, makan saling mencicipi. Kami memesan: Chiken Mole ( Nasi berbumbu khas, Ayam Goreng yang ditaburi biji Wijen dan Bubur Kacang Merah/Buncis ), Chiken Talita dan 3 hidangan lainnya yang saya lupa namanya. Oleh karena perut sudah lapar, maka hidangan yang kami pesan habis juga disantap dengan macam-macam komentar dari kami berlima. Rasanya memang terasa aneh o.k. belum terbiasa dengan hidangan Mexico ini. Saat itu ada banyak tamu yang akan bersantap malam, bahkan beberapa meja sudah dipesan ( reserved ). Masing-masing tamu bicara dengan bahasanya masing-masing ( Indonesia, Mandarin, Jepang, Korea, Arab dll ). Kalau kita bicara bahasa Sunda atau Jawa-pun orang sekitar kita tidak akan tahu. Ada banyak suku bangsa yang berada di kota ini ( multirasial ). Bahasa Inggris Australia hanya berlaku di Perkantoran dan Ruang Kuliah.
Pk। 08।15 kami tiba di Flat untuk beristirahat malam।
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.