23 Maret 2011 datang berobat Sdr. S, 23 tahun. Ia diantar Ayahnya yang seorang penjahit pakaian pria.
Keluhan S adalah tangan kanannya tergencet rantai sepeda motor ayahnya. Entah mengapa sampai kejadian itu bisa terjadi. Akibatnya jari tangan ke 4 kanan luka robek dan jari tangan ke 3 tangan kanan patah. Dari hasil Foto yang telah dibuat di sebuah Klinik Rontgen, tampak adanya patah tulang pada ruas jari ke 2 Patah tulang ini bersifat total ( putus ) yang menyebabkan S tidak dapat menggerakkan jari tsb dan ia mengeluh sakit yang hebat. S sudah berobat ke sebuah Puskesmas terdekat dan akhirnya ayah Sdr S membawa putranya ke tempat praktik saya.
Saya menjelaskan berulang-ulang kondisi jari-jari yang cedera tsb dan menganjurkan agar minta bantuan Dokter Ahli Bedah Tulang untuk reposisi patah tulang jari tadi. Dengan demikian tulang jari yang patah tsb dapat diperbaiki dan kelak tidak membuat jari tsb cacad.
Maksud baik saya ditolak oleh ayah Sdr. S ini dengan alasan tidak ada biaya. Saran saya untuk minta bantuan Pemerintah Daerah untuk mendapatkan Kartu Jamkesmas ditolak mereka. Mereka hanya ingin berobat kepada saya dengan asumsi biayanya dapat terjangkau, meskipun mereka maklum kalau nanti sembuh dari lukanya jari yang patah itu akan membuat S cacad. Akhirnya saya memberikan resep obat untuk S berupa antibiotika, anti nyeri dan semacam gel untuk lukanya. Selain itu juga diberikan advis untuk memasang sebuah papan kecil untuk menyangga jari yang patah tadi
29 Maret S datang kembali untuk control ulang karena obat yang saya berikan hampir habis. Luka-lukanya mulai mengering. Saya adviskan kembali untuk berobat kepada Dokter Ahli Bedah Tulang. Mereka tetap menolak advis saya. Kembali saya memberikan resep obat kepada S.
Ketiadaan biaya merupakan suatu pemhalang besar bagi pasien dan keluarga pasien untuk berobat dengan baik.
---
Untuk berbuat baikpun, ternyata tidak mudah, ada batu sandungan di depan kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.