Saturday, March 27, 2010

Pasien Lansia (2)





Pukul 06.15 setelah saya membuka jendela ruang Periksa dan membersihkan rumah, saya memeriksa Inbox di gmail.com untuk melihat apakah ada email yang masuk.

Terdengar suara ketukan pintu depan rumah kami.
O…saya melihat ada 2 orang yang rupanya hendak berobat. Pak J, 82 tahun diantar oleh putrinya Ibu M, 35 tahun.

Pak J seorang Veteran, sebenarnya mempunyai kartu ASKES, Asuransi Kesehatan, tetapi ogah menggunakannya. Alasannya kalau berobat ke RSU, harus antri, maklum pasien setiap hari banyak sekali. Pengalaman menunggu giliran dipanggil membuat Pak J malas datang ke RSU. Alasan lain adalah obat yang diterima Pak J tidak cocok bagi keluhannya.

Saya bertanya kepada Pak J “Pak, apakah Bapak pernah berobat kepada saya?”

Pak J menjawab “Sudah, sepuluh tahun yang lalu saya berobat kepada Dokter dan obatnya cocok sehingga kali ini saya maunya kesini saja dari pada pergi ke RSU.”

Hah…sepuluh tahun yang lalu? Mengapa baru datang lagi sekarang? Apakah selama 10 tahun baik-baik saja? Saya tidak tahu. Rupanya selama 10 tahun ini oleh anaknya diantar kepada dokter-dokter praktik lain, tetapi Pak J selalu ingin berobat kepada saya. Alasannya obat yang diterimanya cocok.

Buku Catatan Rekam Medis yang ada di buku tsb sudah tidak tahu kemana, mungkin sudah saya musnahkan. Maklum arsip diatas 5 tahun biasanya dimusnahkan. Electronic Medical Recod pasien yang tersimpan di Laptop saya dimulai tahun 2007, sehingga pastilah RekamMedis Pak J sudah tidak tahu lari kemana!

Keluhan Pak J ini ada perasaan tidak enak di dadanya sejak 1 minggu yang lalu.
Saya memperkirakan ini dapat berupa gangguan Lambung ( Maag ) atau Jantung.
Hasil pemeriksaan EKG ( Elektro Kardiao Grafi ), rekamam grafik aktifitas Jantung pada Juni 2009, dinyatakan masih dalam batas Normal.

Untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yang terbaru ( Darah dan EKG ) Pak J menolak dengan alasan malas antrinya. Padahal semuanya gratis, ditanggung oleh ASKES.
Ya sudah saya memberikan resep obat generik yang sesuai dengan keluhannya. Semoga ini juga cocok, begitu harapan Pak J.

Saya minta agar bila obat habis, datang kembali untuk kontrol.
Pak J ingin agar obatnya untuk beberapa bulan sehingga kontrolnya juga agak lama, mengingat ongkos naik Becak dari Rumah ke tempat praktik saya bolak-balik, cukup tinggi. Maklum rumahnya cukup jauh. Uang Pensiun yang Pak J terima setiap bulan juga hanya cukup untuk hidup sederhana bersama dengan anak dan cucunya.

Permintaan Pak J ini masuk akal baginya, tetapi tidak masuk akal bagi saya. Bagimana kalau obatnya tidak cocok dan diberikan selama berbulan-bulan. Ada ada saja permintaannya.

Sering saya membatin: yang jadi dokter saya atau anda sih? Akhirnya saya maklumlah kalau berhadapan dengan orang yang sudah sepuh. Kita harus panjang sabar. Kadang diselingi sedikit hmor agar hatinya sumringah dan mau datang kontrol kembali seperti katanya bahwa berobat yang cocok hanya kepada saya ( wah jadi GR nih ). Mosok sih, kan di RS ada banyak Dokter Spesialist yanag pandai-pandai. Baginya bukan pandainya tetapi apakah obat yang diterimanya cocok untuk keluhan penyakitnya atau tidak. Maklum keluhannya cukup banyak bila sudah diatas 80 tahun, mulai dari ujung Kepala sampai ujung Kaki. Juga apakah dokter yang memeriksanya keep smiling atau tidak. Lah… bagaimana mau keep smiling kalau setiap pagi di Poliklinik ada begitu banyak pasien yang harus ditangani dalam beberapa jam saja. Belum lagi harus kunjungan kepada pasien-pasien yang dirawat dibangsal dan banyak lagi yang harus di tangani oleh para Dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.