Ada banyak pulau-pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Seribu, antara lain: Pulau Bidadari, Pulau Ayer, Pulau Tidung, Pulau Putri dll.
Saya dan keluarga pernah berkunjung ke Pulau Ayer pada tahun sekitar 1992. Saat itu keadaan pulau ini sudah dikelola sebagai objek pariwisata, tetapi tampak belum banyak pengunjung dan belum banyak promosi melalui media massa. Pantai yang tenang, pasir putih yang lembut, air laut yang bersih dan jernih merupakan daya tarik setiap pantai dimanapun juga.
Tanggal 8, 9, 10 Juli 2011 saya, isteri dan peserta lain sebanyak 21 orang melakukan perjalanan menuju sebuah Pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta, yaitu Pulau Tidung. Nama Tidung belum banyak dikenal orang. Harian Kompas minggu yang lalu memuat sebuah artikel tentang Pulau Tidung. Di Internet ada beberapa website yang menampilkan Pulau Tidung sebanyak Objek pariwisata di sebelah Utara kota Jakarta.
Bisa di lihat di website:
www.najhan.com dan lain-lain
Rombongan kali ini disponsori oleh sebuah perusahaan. Peserta 21 orang menaiki sebuah Minibus Panther Turbo tahun 2010 dan sebuah Minibus Pariwisata. Ada yang dewasa, ada yang sudah S2 ( sudah sepuh ) dan ada yang masih kanak-kanak.
8 Juli 2011:
Start dimulai pukul 15.15 dari kota Cirebon menuju kota Jakarta. Rencana melalui jalur Pantura ( Pantai Utara Jawa ) dialihkan ke jalur lain sebab jalan raya di beberapa tempat sedang dilakukan perbaikan jalan menjelang musim mudik pada Hari Raya Idul Fitri 2011. Kemacetan lalu lintas dapat sepanjang 5 km dan membuat perjalanan banyak terhambat.
Kami menuju jalur menuju kota Bandung. Setelah melewati kota Majalengka, rombongan memasuki jalur Cipularang menuju kota Subang. Sepanjang perjalanan jalur ini dapat dilalui dengan cukup nyaman, tetapi di banyak tempat jalan banyak yang rusak sehingga kendaraan tidak dapat melaju cepat. Kami merasa “Belum nyampe, badan sudah cape.”
Tiba di kota Subang sekitar pukul 19.00. Malam sudah tiba. Rombongan berhenti sejenak di rest area. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan melalu jalan Tol ke kota Jakarta. Lalu lintas di jalan Tol ini tidak pernah sepi. Selama 24 jam selalu ramai dilalui kendaraan roda empat.
Pukul 22.30 rombongan menuju jalan Cempaka Putih Raya. Kami akan numpang tidur di Hotel Megah “Hotel Kawanua”. Setelah menyimpan kopor pakaian, kami menikmati makanan malam kami di sebah tempat makan “Bebek Kaleyo” di sekitar hotel ini. Namanya cukup antik dan di papan namanya yang seperti papan nama dokter, tertulis Spesialist Bebek dan tertulis jam prakteknya. Hebat….
Menunya Nasi Putih dan Bebek. Ada Bebek Goreng, Bebek Panggang dan Bebek Cabe Hijau yang pedas menggigit. Beruntung kami masih dapat menikmati makan malam kami di tempat ini sebab hari sudah larut malam dan hidangan sudah hampir habis disantap tamu-tamu lain sebelum kami. Bebeknya cukup nikmat. Kalau ditempat lain kami sering mendapat goreng Bebek yang banyak lemak dibawah kulitnya. Disini tidak banyak lemak, digoreng kering dan ada sensasi kriuk-kriuk.
Badan lelah, perut kenyang membuat mata berat dan ingin cepat bertirahat. Setelah badan diguyur air hangat dari shower kamar mandi, badan terasa lebih nyaman. Kami segera tidur dan bermimpi berada disebuah pulau. Ah…inikah pulau Tidung? Mimpi belum berlanjut, saya sudah terbangun lagi.
9 Juli 2011:
Saya terbangun oleh bunyi alarm ponsel saya yang diset pukul 04.00 dini hari. Pukul 05.00 rombongan akan menuju Dermaga Muara Angke, dekat daerah Pluit tempat berlabuh kapal-kapal yang akan membawa kami ke Pulau Tidung.
Setelah mandi ala cowboy, kami segera bergegas menuju Lobi hotel untuk bergabung dengan peserta lain. 2 mobil kami menuju dermaga Muara Angke. Jalanan sepagi itu sudah agak macet dengan banyak kendaraan roda -4 dan roda-2.
Rencana kapal tongkang yang akan membawa kami akan berangkat pukul 08.00, tetapi baru berangkat pada pukul 08.40. Kapal yang padat diisi penumpang sekitar total 200 orang ini masih menunggu rombongan peserta lain yang ber T-shirt Putih. Kami berT-shirt Hitam. Keterlambatan mereka konon karena kendaraan mereka terhalang kemacetan menuju Dermaga Muara Angke ini. Dimana-mana macet. Jakarta sudah tidak nyaman lagi.
Menunggu merupakan pekerjaan yang sering kali membuat jengkel. Tidak tahu kapan kapal tongkang ini akan berangkat? Ada 2 lantai yaitu atas dan bawah. Masing –masing diisi sekitar 100 orang penumpang. Toilet ada di lantai bawah, dibagian belakang kapal. Untuk pipis-pun sulit sebab harus permisi-permisi melewati penumpang lain yang tidak rela memberikan jalan, sebab lantai tongkang sudah penuh sesak. Untuk meluruskan kaki saja juga sukar sebab akan menyenggol pantat penumpang lain.
Setiap penumpang tongkang wajib memakai Baju pelampung dengan warna Oranje yang ngejreng. Bila kapal tenggelam, maka para penumpang akan terapung sebab memakai baju pelampung dan mudah terlihat sebab mempunyai warna Oranje yang kontras dengan warna alir laut, sehingga mudah terlihat dari jarak jauh.
Biaya karcis tongkang saya lihat Rp. 33.000,-/dewasa dan Rp. 20./000,-/anak. Tidak jelas batasan umur dewasa dan anak-anak. Lama perjalanan Muara Angke – P. Tidung 2,5 jam. Cukup lama sebab kecepatan tongkang tidak dapat melaju cepat, sebab beban sangat berat dan kapasitas mesin tongkang yang terbatas. Saat melaju terdengar bunyi ..kletek..kletek..yang bising.
Saat menunggu tongkang berangkat, kami menikmati Nasi Kotak KFC yang dibawa dari Hotel. Sukar menikmati Breakfast kami, sebab ada banyak mata penmpang lain melihat kami saat makan. Mau menawarkan, Nasi terbatas. Apa boleh buat, makan cepat-cepat saja.
Kami melihat ada banyak tongkang sejenis yang juga diisi banyak penumpang di lantai atas dan lantai bawah. Ini terjadi kemungkinan karena sekarang musim liburan sekolah sehingga banyak orang yang ingin menuju ke P. Tidung. Pada umumnya mereka berusia dewasa, dewasa muda dan sebagian ada usia anak-anak di bawah 12 tahun.
Jumlah penumpang konon dapat mencapai 3.000 orang setiap hari, pulang-pergi ke P. Tidung. Ada yang bolak balik dan ada juga yang bermalam di Pulau itu.
Dalam perjalanan laut ini saya perhatikan air laut berwarna Coklat kehijauan dan berubah warna menjadi kebiruan saat tongkang sudah berada di perairan lepas pantai. Air yang Biru dan jernih. Beberapa kapal Nelayan juga kami lihat sedang menangkap ikan.
Makin ke tengah laut, ombak makin besar bahkan sampai membuat tongkang oleng dan terdengar jeritan para penumpang. Itu belum seberapa. Saya membayangkan betapa besarnya tinggi dan kuatnya terjangan Tsunami yang dapat menghanyutkan kapal besar. Beberapa penumpang juga ada yang mual dan muntah. Lebih enak kalau badan dibawa rebahan. Ada banyak penumpang yang egois tiduran seenaknya tanpa mau bebagi tempat dengan penumpang lain. Dengan rebahan, maka rasa mual dan muntah jarang terjadi. Tidak heran mereka lebih banyak yang rebahan dan tertidur selama 2,5 jam lama perjalanan tongkang menuju pulau yang kami datangi. Angin yang bertiup kencang juga membuat, badan tidak nyaman.
Angin yang besar dan ombak yang cukup tinggi sering kali membuat tongkang tidak berdaya. Mudah terombang-ambing dan membuat perut mual dan muntah-muntah.
Akhirnya tongkang kami mendarat juga di dermaga P. Tidung pada pukul 11.15. Sekitar 3 jam kami melaut. Dalam perjalanan beberapa kali mesin tongkang mati yang membuat penumpang deg-degan juga. Bagaimana kalau mesin tidak dapat hidup kembali?
Sudah banyak tongkang yang merapat ke dermaga. Saya melihat ada sebuah kapal boat yang lain dari pada yang lain. Penduduk disini menyebut sebagai “Barakuda”, namanya seperti mobil panser saja. Kendaraan ini mempunyai mesin yang kuat dan dapat melaju sangat cepat diatas permukaan air. Mereka ini berangkat dari dermaga Ancol, dekat Hotel Mercure di Ancol, Jakatra Utara. Biayanya juga lebih mahal dan dapat mengangkut 30 orang penumpang.
Kami bermalam di 3 rumah penduduk ( home stay ) yang sudah di sewa. Lokasinya dekat dermaga, cukup jalan kaki saja dengan membawa koper pakaian masing-masing. Cuaca panas membuat mudah berkeringat. Hembusan angin pantai menolong juga agar tidak kepanasan. Tiap tumah mempunyai 1 AC di ruang tamu dan tiap kamar ( biasanya 2 kamar tidur dalam 1 rumah ) hanya tersedia fan, kipas angin. Lumayanlah dari pada tidak ada sama sekali.
Setelah menyimpan koper, kami santap siang bersama menikmati Nasi putih, Goreng Ayam dan Udang Goreng tepung yang ditemani dengan Lalaban Mentimun dan Sambel. Setelah istirahat rombongan diambil alih oleh Event Organizer ( EO ) setempat yang dipandu oleh Sdr. B ( yang berasal dari kota Bogor ).
Kami berkumpul di sebuah tepi pantai di depan Home stay kami. Pukul 14.00 kami akan menuju ke sebuah pulau kecil ( P. Burung ? ) yang berjarak sekitar 30 menit naik perahu yang bermotor. Masing-masing memakai baju pelambung Oranye dan membawa alat snorkeling untuk melihat ikan-ikan di dalam alut. Disekitar pulau Tidung ini ada banyak pulau-pulau yang lebih kecil. Dalam laut ditepi pulau ini antara 1 – 3 meter dan ada banyak batu karang tempat berkumpul ikan-ikan.
Suhu air laut disini tidak begitu dingin. Saat ada ombak datang, saya mencicipi air laut yang masuk ke dalam rongga mulut saya. Rasanya sangat asin, mungkinkah sudah tercemar oleh limbah industri yang membuang limbahnya ke sungai dst menuju ke laut? Konon air laut ini bila masih ke dalam lambung dapat membuat perut mual-mual.
Pukul 16.15 kami kembali ke P. Tidung. T Shirt dan celana pendek kami yang basah oleh air laut tertiup angin laut saat perahu melaju membuat badan kami kedinginan. Sinar matahari dan hembuasan angin membuat pakaian kami agak kering ketika tiba kembali di pantai. Kami berharap semoga besok tidak Flu.
Setiba di Home stay kami mandi dan beristrahat. Pukul 20.00 pimpinan rombongan membangunkan kami.
“Pak, makan malam sudah siap. Tongkol bakar sudah menunggu nih.”
“Iya-iya kami siap.” Kami segera bergegas, sebab perut sudah minta diisi. Hah..Ikan bakar…Boleh juga!
Lauk pauk disini umumnya berupa seafood hasil tangkapan para Nelayan.
Setelah santap malam, kami ngerumpi.
Cerita kisah tadi siang dan lain lain kisah. Tidak terasa pukul sudah menunjukan 23.00. Saat tidur sudah tiba. Besok pk. 05.00 kami harus berkumpul lagi untuk melihat Sun rise at Tidung Island.
10 Juli 2011:
Matahari terbit setiap pagi saya lihat di depan halaman depan rumah kami. Kalau terbit di P. Tidung mungkin berbeda. Berbeda suasana hati dan suasana tempat. Semoga kami dapat melihat matahari terbit di tepi pantai. Saya sudah menyiapkan Kamera digital saya.
Masing-masing naik sepeda yang sudah dipesan. Kami menuju lokasi tepi pantai yang lain. Disana ada sebuah jembatan yang bernama unik yaitu “Jembatan Cinta.”
Di jembatan inilah ada banyak pasangan muda-mudi yang berkumpul sianghari, apalagi pada malam hari. Bentuknya merupakan setengah lingkaran yang terbat dari rangka besi. Dari atas jembatan ini sering kali ada yang berani dan nekad terjun ke bawah, ke air laut yang jernih. Di dasar terdapat batu-batu karang. Kedalaman air disini sekitar 3-4 meter.
Disini terdapat 2 pulau yang berdekatan. Satu lebih besar ( P. Tidung Besar ) dari pada yang lain ( P. Tidung Kecil ). Kedua pulau ini dihubungkan dengan jembatan yang terbuat dari balok kayu dan persis ditengah terdapat Jembatan Cinta tadi.
Saya melihat sudah banyak pengunjung yang berdiri di sepanjang jembatan ini. Masing-masing membawa Kamera digital, Handphone berkamera atau Handycamp untuk membuat foto kenangan disini.
Semalam turun hujan di Pulau-pulau ini. Sampai waktu menunjukkan pukul 07.00 banyak awan di langit yang menutupi matahari. Kami tidak seorangpun yang dapat melihat matahari terbit karena tertutup awan. Ada rasa kecewa pada kami yang tidak dapat menikmati Sun rise di tepi pantai Pulau Tidung ini.
Ketika kaki sudah mulai lelah, kami duduk di balok jembatan sambil melihat jernihnya air laut dan sekali-kali tampak sekelompok ikan berenang melewati bawah kaki kami. Tampak jelas batu-batu karang berwarna-warni membuat indahnya lukisan alam di dasar laut ini.
Di tepi pantai juga tersedia perahu karet yang bentuknya sperti buah Pisang sehingga dinmai: Banana boat. Boat ini ditarik oleh sebuah speed boat sehingga penupang di banana boat ini akan ikut meluncur di atas permukaan air.
Bentuk Pulau Tidung Besar ini memanjang. Tidak ada jalan raya beraspal tetapi tedapat jalan yang ber-paving block. Lebar jalan sekitar 2,5 meter.
Angkutan penduduk kami melihat ada Sepeda ( paling banyak ), Sepeda motor ( yang sering tidak berpelat motor ), Becak bermotor, pengendara banyak yang tidak memakai Helm. Kami belum pernah menjumpai ada Mobil, atau roda-4 di pulau ini.
Konon dalam 1 keluarga mempunyai sepeda sampai berjumah 10 sepeda yang biasa disewa oleh para pengunjung pulau. Jadi jumlah sepeda lebih banyak dari jumlah penduduk yang berjumpah sekitar 4.000 orang.
Masing-masing rumah sudah dialiri listrik./ Saya tidak tahu dari mana sumber listrik ini. Apakah disini ada pembangkit listrik atau ada panel listrik bertenaga surya. Harga solar di Jakarta Rp. 4.500,- dan di depot solar nelayan dihargai Rp. 6.000,-
Bahasa penduduk memakai bahasa Betawi, sehingga tidak sulit untuk berkomunikasi. Ada banyak Musola untuk sembahyang penduduk di Pulau ini. Penduduk disini cukup ramah menerima para pengunjung yang datang ke pulau ini.
Mata pencaharian penduduk sebagian besar Nelayan dan sebagian lain hidup dari sektor pariwisata terutama pada week end atau hari-hari libur. Banyak orang yang datang dan bermalam di rumah-rumah penduduk sehingga dapat menghidupi keluarga mereka.
Disini juga terdapat Kantor milik Pemerintah seperti: Balai Benih Ikan Laut, Pulau Tidung Besar, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan, Provinsi DKI Jakarta.
Pukul 08.00, kami sudah berada di lantai 2, sebuah tongkang yang akan membawa kami kembali ke Derrmaga Muara Angke, Jakarta. Tongkang ini melaju lebih cepat dari pada tongkang yang kemarin kami tumpangi.
Pukul 10.30: tiba dengan selamat di kota Jakarta.
2 Minibus Pariwisata sudah menunggu kedatangan kami.
Kami meluncur ke sebuah Rumah Makan di daerah Sunter.
Di sebuah ruangan yang adem dari AC, kami menyaksikan Presentasi sebuah Obat baru yang dibawakan oleh seorang Apoteker dari perusahaan ini. Setelah Presentasi dan Tanya jawab selesai, kami langsung menikmati Lunch kami.
Menunya selain Nasi putih ( orang kita selalu menyantap Nasi Putih ditemani lauk pauk: Kepiting Saos Tirem, Udang ca Pete, Ikan Patin bakar, Ca Kacang panjang ( meskipun sudah dipotong-potong tetap saja dinamai Kacang Panjang, aneh tapi nyata ), Kerang Hijau saos tirem, Buah-buahan ( Semangka, Nanas, Melon ), Teh hangat dan Juice Alpukat dan Es Kopyor.
Selesai santap siang, kami berfoto bersama. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Sponsor atas fasilitas dan pelayanan yang sudah kami terima selama trip ini.
Saya, isteri, dokter teman sejawat lain dan suami diantar kembali ke kota Cirebon oleh supir yang low profile Pak B. Kami menuju kota Bandung via jalan Tol Purbaleunyi, 2,5 jam menuju Cileunyi, belok kanan langsung menuju kota Sumedang dan akhirnya kota Cirebon.
Santap malam kami di kota Sumedang. Perjalanan sangat nyaman bila dibandingkan naik tongkang menuju P. Tidung. Mobil Panther Turbo tahun 2010, supir yang handal, jalanan yang tidak macet membuat kami yang duduk di jok tengah, bisa merem-merem ayam. Eh..tahu-tahu sudah tiba dengan selamat pukul 20.30 di kota Cirebon. Home sweet home. Badan lelah, tetapi hati kami cukup puas menikmati Trip kali ini.
Rombongan lain ada acara lain yaitu ingin melihat Pekan Raya Jakarta yang pada tanggal 10 Juli 2011 merupakan hari terakhir ( penutupan ). PRJ yang dimulai 1 bulan yang lalu berakhir sudah pada hari ini, 10 Juli 2011. Selamat melihat-lihat dan berbelanja.
---
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.