Tuesday, February 16, 2010

Gagal menjadi Donor darah



Kemarin saya mengunjungi sebuah Blog milik salah satu teman saya yang seorang Blogger yang berdomisili di kota Denpasar, Bali. Salah satu posting yang saya baca yaitu tentang temanku ini mendonorkan darahnya yang ke 29 kali. Bagus.

---

Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Saya pernah mendonorkan darah sebanyak 5 kali dan ini yang ke 6 kali.

Saat itu ada kegiatan Donor darah dalam rangka peringatan salah satu hari Nasional R.I.
Pagi hari sekitar pukul 09.30 saya meluncur ke tempat Door Darah disekitar kompleks RSU di kota kami. Sebelum berangkat saya ukur Tekanan darah saya 120/80.

Di tengah perjalanan terdapat 2 lintasan kereta api. Menjelang lintasan k.a. pertama Minibus saya di dahului oleh sebuah Taksi Angkutan Kota ( Angkot ) tanpa membunyikan klakson. Angkot itu seenaknya saja menyerobot jalan yang sudah sempit. Untuk menghindari senggolan dengan Minibus saya, saya mengalah dengan memberikan kesempatan untuk Angkot tadi lewat ( padahal sudah sangat mepet ). Angkot ini nekat juga. Saya naik pitam. Jengkel sekali.

Menjelang lintasan k.a. yang kedua lagi-lagi kejadian tsb terulang kembali dengan Angkot yang kedua. Ke 2 Angkot ini sudah brutal ingin mendahului kendaraan yang di depannya tanpa mempedulikan kondisi jalan yang padat dan tidak tahu sopan santun lalu lintas. Mbok ya sabar. Semua kendaraan pasti ingin cepat melewati lintasan k.a.perasaan hati saya sangat tidak nyaman. Mungkin tekanan darah saya naik juga.

Tiba di tempat pengambilan darah, sang petugas segera mengukur Tekanan darah saya. Wajahnya berkerut dan berkata kepada saya “ Dokter tidak dapat diambil darahnya sekarang”

Saya menjawab “Kenapa Pak?”

“Tekanan darah, Dokter saat ini tinggi.”

“Berapa sih, tadi pagi 120/80 mmHg.”

“Sekarang 160/80 mmHg. Dok, diobati dulu aja tekanana darahnya. Kalau sudah normal boleh diambil.”

Saya berkilah “Baik, saya istirahat lebih lama lagi dan tolong di cek lagi tekanan darah saya. Saya ingin menyumbangkan darah lagi.”

Setelah duduk di bangku ruang tunggu selama 10 menit ( biasanya tekanan darah akan kembali normal ), hasil pengukuran tekanan darah saya tetap 160/80 mmHg. Mungkin karena jengkel akibat ulah 2 Angkot yang nyerobot Minibus saya di lintasan k.a. tadi.

“Baiklah, kalau begitu. Lain kali saja saya menyumbangkan darahnya.” kata saya kepada sang petugas.

Saya pulang dengan hati makin jengkel. Bukan salah saya, bila saya gagal menyumbangkan darah saya saat ini. Mengapa keadaan lalu lintas di negara kita makin semerawut? Beda sekali dengan keadaan lalu lintas di kota Sydney yang sangat tertib lalu lintas. Yah mau apa lagi?

Di kota tsb tidak ada kendaraan yang berebut ingin mendahului, sangat jarang saya mendengar bunyi klakson minta jalan, pejalan kaki sangat dihormati di zebra cross dll. Pelanggaran lalu lintas akan dikenakan sangsi yang berat sampai pencabutan driving lisence (SIM ). Kalau tidak punya SIM, tidak dapat mengendarai mobil pribadi lagi. Harus naik Taksi yang ongkosnya juga sangat mahal. Mau tidak mau, pengendara mobil harus mematuhi aturan lalu lintas yang sudah baku. Hal inilah yang yang menciptakan tertib lalu lintas di kota tsb.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.