Saturday, February 13, 2010

Pasien mengomel






Ibu Sinta ( bukan nama sebenarnya ), 68 tahun.
Pasien sering sudah beberapa kali datang berobat kepada saya.

---

Kunjungan pertama ia mengeluh: nyeri sendi siku kanan ( arthralgia ). Beberapa tahun yang lalu pernah dioperasi akibat patah tulang lengan atas kanan. Mendapat resep obat penghilang rasa nyeri sendi. Keluhannya dalam 2 hari sembuh.

Kunjungan kedua mengeluh sakit Maag ( Dispepsia ), karena terlambat makan siang. Setelah diberi resep obat dan anjuran jangan terlambat makan, keluhannya sembuh.

Kunjungan ketiga mengeluh kepalanya muter-muter dan adsa rasa mual ( Vertigo ). Setelah minum obat anti vertigo dan tablet penenang. Keluhannya hilang.

Kunjungan keempat, pasien mengeluh mendapat Flu.

Riwayat penyakit Ibu S.ini sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi yang menarik perhatian saya adalah setiap datang berobat ia selalu menggerutu bahwa ia selalu sakit-sakitan. Ia tidak pernah merasa bersyukur kalau penyakitnya sembuh setelah berobat.

Sepertinya Ibu S ini merasa tidak sehat setelah berobat kepada saya.
Terdorong ingin mengetahui lebih lanjut, saya bertanya kepada pasien saya ini “Penyakit Ibu sudah saya obati dan selalu sembuh, mengapa Ibu masih merasa bahwa Ibu selalu sakit? Padahal setiap kunjungan keluhan Ibu berbeda-beda, artinya penyakit yang lalu selalu sembuh.”

Ibu S. tampak bengong ketika mendengar perkataan saya tadi
Ibu S. akhirnya berkata “Iya, tapi saya selalu berobat kepada Dokter, sepertinya saya tidak sembuh-sembuh.”

Saya menjawab “Semua penyakit Ibu sudah saya sembuhkan, tetapi penyakit Ibu ada banyak sehingga harus satu per satu disembuhkannya.”

Saya melanjutkan dengan bergurau “Ibu, kalau tidak ada pasien, dapur kami tidak ngebul. Sebenarnya Ibu untung ( penyakitnya sembuh ) dan saya juga untung juga ( karena dapat uang ). Jadi sama-sama untung kan? Jadi Ibu tidak usah mengeluh ya. ”

Mendengar perkataan saya ini, Ibu S. tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air matanya.
“Ha…ha…dokter bisa aja ngomongnya”

Saya mempersilahkan Ibu S. keluar dari ruang periksa sambil berkata “Ibu, kalau sakitnya kumat lagi, berobat ke saya lagi ya.”

Ibu S. sambil keluar melanjutkan tertawanya ha…ha…ha…dan berkata kepada putrinya ( pengantar ) “Dokter ini pinter ya”.

Wajah sang putrinya tampak cerah, secerah sinar lampu Ruang Tunggu pasien.

---

Saya membatin, kalau dokter tidak pintar, bagaimana dokter akan punya pasien?

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.