Monday, September 19, 2011

Satu Jam Kurang Bersama Meutia Hatta


Lepas dari Kabinet Bersatu jilid I. Saya bertemu dengan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Meutia Hatta. Ketika itu beliau sedang asyik menyampaikan tentang Information Literacy. Tanpa segan saya pun akhirnya ngobrol sepatah dua lembar polio lebih membahas tentang kondisi Indonesia dari perspektif anak seorang pahlawan bangsa, yakni Bung Hatta.

Siapa yang tak kenal bung Hatta? Sekilas bung Hatta telah menjadi sejarah Indonesia dalam mewujudkan Kemerdekaan Indonesia bersama dengan bung Karno dan pejuang lainnya. Sambil meluruskan obrolan hangat dengan Meutia Hatta yang selalu melemparkan senyum. Saya pun akhirnya fokus untuk berbicara tentang demokrasi Indonesia. Lalu bagaimana Meutia Hatta menanggapinya?
Beliau ternyata sempat terdiam sejenak. Saat itu saya menanyakan kondisi demokrasi Indonesia. Lantas belau pun menjawab sambil memainkan gemulai tangannya. Beliau pun sempat melontarkan perlunya mekanisme penyampaian demonstrasi yang baru-baru ini tengah terjadi kurang baik dalam setiap aksi unjuk rasa.

Ia menggambarkan apakah melakukan demonstrasi dengan cara-cara yang anarkis merupakan cara yang paling efektif untuk menunjukan apresiasi agar mudah didengar, tanya beliau. Saya pun mengangguk ketika itu sambil berpikir bahwa ketika lobby tidak terpenuhi, negosiasi tidak tercapai, jalan terakhir adalah aksi atau demonstrasi. Ketiga hal itulah yang sempat saya ingat ketika berorganisasi di kampus sebagai agent of change.

Sambil menghormati argumen beliau. Saya masih menunggu beliau berhenti bicara. "Cara-cara penyampaian aksi unjuk rasa bisa dilakukan dengan cara yang persuasif dan berada pada koridor hukum yang berlaku," kata Meutia Hatta. 

Saya pun sepakat dengan beliau bahwa aksi unjuk rasa harus persuasif dan minimal pernyataan aksi atau semacam rekomendasi bisa diterima atau diperbincangan untuk dipertimbangkan menjadi kebijakan atau keputusan untuk kesejahteraan bersama. 

Tak terasa, 30 menit sudah saya bersama Meutia Hatta. Namun saya belum puas dengan obrolan tanpa saya mengambil pemikiran dari seorang anak pahlawan ini. Lantas lebih dalam beliau pun memaparkan kepada saya tentang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beliau menjelaskan sangat preventif hingga saya kebingungan angle (sudut pandang) mana yang akan beliau telusuri. Komunikasi "mampet" antara rakyat dengan lembaga DPR untuk menjaga harkat dan martabat bangsa.

Ya, memang terkadang DPR bisa menjadi kurang mengakomodir rakyat dalam hal kebijakan. Kadang-kadang pro  rakyat jika "ada maunya" (amati ketika pemilu berlangsung). Tapi itu pun belum selesai. Hampir mendekati satu jam, asisten beliau pun kembali mengingatkan jadwal kunjungan beliau ketempat lainnya.

Dengan hormat, beliau pun mencoba mengakhiri pembicaraan dengan saya. Sambil mengajak saya sebagai generasi muda agar berpikir dengan brillliant idea (ide cemerlang) untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa setelah lebih dari 60 tahun merdeka. Kenapa tidak dengan Anda juga? Akhirnya closing statement saya menggunakan ide Aa Gym yang sempat tidak populer karena poligami. 

Mulai dari hal kecil
Mulai dari diri sendiri
Mulai dari sekarang.


Thanks Bu Meutia Hatta

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.