Kalau anda memberi tanpa pamrih, Anda tidak akan merasa sedih atau kecewa bila orang yang Anda beri tersebut tidak berterima kasih.
( Dale Carnegie, “Petunjuk hidup tentram dan bahagia”, PT Gramedia Jakarta, 1984 )
---
Thank you atau terima kasih, akan dibicarakan dalam posting kali ini.
Ucapan Dale Carnegie tadi benar sekali dan sebaliknya bila kita mengharapkan orang berterima kasih kepada kita yang ternyata tidak, maka kita akan kecewa, marah atau bahkan mendapat serangan Jantung, seperti yang dikisahkan dalam buku Carnegie itu.
Jadi kalau mau memberi, berilah dan lupakanlah.
Makin banyak memberi, akan makin banyak kita menerima.
Bila kita tidak pernah memberi, kapan kita akan menerima?
Kalau kita menanam pohon, kemudian kita tidak pernah merawat, menyirami setiap hari , memberi pupuk dll janganlah kita beharap akan memetik buah atau bunga dari pohon itu. Untuk dapat menerima ( panen ), kita harus memberi dahulu ( air, pupuk, perawatan ).
Kita bekerja ( memberi ) dahulu kemudian kita akan mendapat gaji / upah kerja ( menerima ) pada saatnya. Kita membayar ( memberi ) harga Sembako yang kita butuhkan, kemudian kita akan dapat membawa pulang ( menerima ) barang yang kita beli.
Dalam kehidupan sehari-hari juga saya lebih banyak memberi dahulu untuk dapat menerima sesuatu. Memeriksa pasien dan memberikan resep obat dahulu, baru kemudian saya menerima fee. Bila pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang dari Laboratorium Klinik, sering kali saya mengatakan “Besok saja fee-nya, kalau hasil pemeriksaannya sudah saya terima.” Alasannya kerja saya belum selesai: membaca hasil pemeriksaan penunjang, membuat diagnosa penyakit, memberi resep dan memberi advis selanjutnya.
Pernahkan Anda memberi sejumlah uang kepada orang lain, tetapi mereka tidak mengucapkan terima kasih kepada Anda?
Mungkin Anda punya pengalaman ketika:
- Memberi uang kecil kepada pengemis yang datang ke rumah anda.
- Memberi sejumlah uang kepada orang-orang yang menyetop kendaraan anda di tengah jalan dengan alasan jalan sedang diperbaiki atau untuk alasan lain.
- Memberi uang kepada mereka disetopan lampu lalu-lintas.
- Memberi uang sumbangan kepada orang yang datang ke rumah Anda.
- Dll
Apakah mereka mengucapkan terima kasih kepada Anda setelah uang diterimanya? Mungkin ya, mungkin tidak, tapi lebih banyak tidaknya. Sebaliknya kalau tidak diberi, maka mereka akan marah-marah.
Lima tahun yang lalu, ada seorang wanita, usia sekitar 50 tahun, berpakaian lusuh, datang ke rumah kami meminta uang. Saya memberikan uang logam senilai Rp. 500,- Setelah ia menerima uang tersebut dan setelah ia tahu berapa nilainya, uang logam itu ia lemparkan sambil ngomel-ngomel. Ia keluar dari halaman rumah kami dengan marah. Saya pikir orang itu kurang waras. Ia datang minta uang, saya beri uang, bukannya ia berteima kasih tetapi ia marah dan membuang uang yang telah ia terima. Kalau saja ia rendah hati, dalam sehari ia dapat mengumpulkan beberapa puluh / ratus keping uang logam, maka ia dapat mempunyai uang cukup banyak. Bagaimana akan punya banyak uang, kalau yang sedikit-sedikit saja ia tidak mau mengumpulkannya? Mana ada uang banyak turun dari langit seketika begitu saja, bukan? Dia tidak mau memberi, bahkan maunya menerima saja. Bagaimana orang lain akan mau memberi lebih banyak?
Tujuh tahun yang lalu ketika kami hendak makan siang disebuah Warung Makan, pesanan kami belum datang, datanglah seorang Pengamen. Saya beri uang logam senilai Rp. 500,- Lagi-lagi uang itu dibuang ke halaman. Saya kejar Pengamen itu yang lari terbirit-birit. Saya ingin bertanya mengapa ia tidak menghargai uang pemberian saya? Maunya berapa sih? Pengamen kok ada tarifnya! Kalau saja ia rendah hati, menyanyi baik-baik, bisa saja orang akan memberi lebih banyak. Kalau minta semaunya dan seenaknya, mana ada orang yang memberi.
Belajar dari semua yang pernah saya alami, maka ketika saya sudah memberi ( uang, jasa pelayanan, pinjaman, tumpangan dll ), saya melupakan apa yang sudah saya berikan.
Yang lebih heboh lagi bila memberi pinjaman kepada seorang teman, maka kedua-duanya akan hilang ( uang dan teman ).
Seorang teman yang datang meminjam uang, saya beri semampu saya. Janji tetap janji, jatuh tempo telah lewat, jangankan uang yang kembali, teman itu juga tidak kembali lagi alias menghilang. Saya kehilangan kedua-duanya. Ini pernah saya alami. Mengapa saya jengkel, karena ia berjanji akan mengembalikan pinjaman tsb. Kalau ia bilang mohon bantuan, maka saya tidak mengharapkan uang itu akan kembali lagi dan saya akan melupakannya. Jadi lebih nyaman kalau setelah memberi, lalu lupakanlah. Saya tidak peduli apakah mereka akan berterima kasih atau tidak.
Dalam kehidupan saat ini yang jauh lebih sulit, maka kita hendaknya lebih berhati-hati lagi dalam pinjam meminjam uang. Tagihan Kartu Kredit, pinjaman dari Bank, sebaiknya kita lunasi pada waktunya ketika tiba jatuh temponya. Mereka tidak peduli apakah ada hari libur nasional sehingga usaha kita berhenti dan tidak mendapat uang, apakah kita jatuh sakit sehingga usaha kita berhenti sejenak. Kalau sudah jatuh tempo maka semua tagihan harus dibayar. Sudah kewajiban kita bila kita sudah menerima ( pinjaman ), maka kita wajib mengembalikan ( memberikan kembali ) uang mereka.
Dari pada ribet urusan tagihan, maka dalam hidup saya kalau tidak terpaksa sekali, maka saya tidak mau pinjam dari pihak lain, apalagi dengan bunga yang besar.
Hiduplah dengan uang yang kita terima setiap bulan dan jangan hidup besar pasak dari pada tiang. Pola hidup yang konsumtip lebih baik dihindari, kalau kita tidak mau menanggung akibatnya.
“Ingatlah bahwa satu-satunya jalan untuk menemukan kebahagiaan bukanlah mengharapkan terima kasih, tetapi bergembira karena dapat memberi” ( Dale Carnegie )
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.