Kebebasan adalah satu di antara prinsip dasar bermusyawarah, disamping keadilan, persamaan dan persaudaraan. Persoalan kebebasan dalam wacana keilmuan merupakan kajian yang intens bidang ilmu kalam atau teologi dan filsafat. Ada dua pendapat tentang kebebasan. Pendapat pertama, mengatakan bahwa semua perbuatan manusia telah ditentukan semenjak sebelum lahir. Paham ini dalam teologi Islam disebut Jabariah. Dalam teologi Barat disebut fatalisme atau predestination. Pendapat kedua, mengatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatan, paham ini disebut Qadariah, yaitu kebebasan manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatan yang hendak dilaksanakannya.
Aliran al-Asy‘ari tidak sependapat dengan qadariah, pendapatnya lebih dekat dengan jabariah. Menurut al-Asy’ari, manusia dalam kelemahan dan keterbatasannya banyak bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan. Untuk menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kemauan dan kekuasaan mutlak Tuhan, al-Asy’ari memakai al-kasb. Arti al-kasb atau iktisab, ialah sesuatu terjadi dengan perantaraan daya yang diciptakan dan dengan demikian mempunyai perolehan atau kasb bagi orang yang dengan dayanya perbuatan itu tercipta. Dengan kata lain arti yang sebenarnya dari al-kasb menurut al-Asy’ari ialah bahwa sesuatu timbul dari muktasib dengan perantaraan daya yang diciptakan
Sangat menarik untuk dicermati bahwa kata kasb atau perolehan mengandung arti keaktifan dan dengan demikian manusia bertanggung jawab atas perbuatannya. Tetapi keterangan bahwa kasb itu adalah ciptaan Tuhan, menghilangkan arti keaktifan itu, sehingga akhirnya manusia bersifat pasif dalam perbuatan-perbuatannya. Al-Asy’ari semula berusaha melakukan jalan tengah atau poros tengah, menjembatani antara paham Jabariah dan Qadariah, paham dogma-konservatif kaum tradisional-Salaf, dengan rasionalis-leberal kaum Mu‘tazilah. Tetapi al-Asy’ari tidak berhasil menpertahankan poros tengahnya, ia terkadang terjebak pada pemikiran yang tidak jelas. Suatu ketika ia memihak Mu‘tazilah dengan menggunakan metode berpikir filsafat dan ilmu kalam, tapi dalam kesempatan berikutnya ia cenderung untuk ikut alur dogma tradisional Salaf yang konservatif. Dengan demikian manusia bebas berbuat dengan kebebasaan yang diciptakan Allah. Atau dengan kata lain, tidak ada perbuatan bebas manusia kecuali Allah yang menciptakannya.
Dasar kebebasan adalah keimanan, artinya kebebasan merupakan nilai dan nikmat yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Ketika Allah berkehendak menciptakan manusia, diikat dengan janji bahwa Dia adalah satu-satunya yang disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Konsekwensinya manusia tidak boleh tunduk selain kepadaNya dan menyalahi aturan dan kaidah yang diaturNya. Pengabdian dan pentauhidan kepada Allah, menjadikan manusia bebas di hadapan yang lainNya. Di antara buah tauhid adalah adanya keterikatan pikiran dan nurani dengan Tuhan Yang Memberikan Hidup, sehingga setiap apapun yang menjadi perantara antara Allah dan manusia akan sirna. Dengan demikian manusia tidak akan tunduk kepada sesuatu selain Allah dan kepada aturan yang bukan aturanNya.
Kebebasan merupakan nikmat Allah yang dikaruniakan kepada manusia, pada dasarnya dapat ditemukan pada semua agama yang berlandaskan tauhid. Kebebasan seperti ini merupakan hak umum bagi setiap manusia, sehingga tidak ada perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, dan seterusnya selagi mereka berpegang teguh nilai-nilai keimanan. Jika kebebasan yang berada di bawah undang-undang buatan manusia adalah kebebasan semu, maka kebebasan dalam Islam merupakan kebebasan yang dibebankan kepada seorang muslim. Ketika Allah menganugerahkan kebebasan kepada manusia, karena memang manusia membutuhkannya untuk bangkit dengan segala konsekwensi yang ditimpakan kepadanya yaitu adanya pertanggung-jawaban atas amal perbuatannya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.