Pagi ini saya mengambil sebagian uang pensiun saya di ATM sebuah Bank papan atas milik Pemerintah. Setelah praktik pagi, saya meluncur ke Bank swasta papan atas yang lain untuk menyetorkan uang itu untuk keperluan pembayaran listrik, air ledeng, tagihan kartu Kredit dll keperluan.
Saya cukup lama antri dan menunggu untuk menyetorkan uang itu. Menunggu adalah perkerjaan yang menjemukan.Untuk memberikan uang kepada pihak lain, saya harus menunggu. Kalau saya harus antri dan menunggu untuk mendapatkan uang ( uang pensiun misalnya), maka hatipun rela menunggu, meskipun perlu waktu lama.
Pernah suatu saat untuk keperluan menyetorkan uang itu, saya pakai sebuah trik yang dapat anda pakai juga. Saya bilang sama isteri saya bahwa saya akan berikan sejumlah uang dan tolong transferkan uang itu ke rekening saya di Bank yang sama. Proses transfer tidak dipungut biaya dan saya tidak perlu antri yang membuang banyak waktu.
Lain waktu kalau isteri saya tidak berkeberatan, saya pinjam kartu ATM-nya dan saya yang pergi ke msin ATM ( sambil mengerjakan tugas yang lain, mampir ke ATM Bank itu yang banyak tersebar di banyak lokasi).
---
Setelah urusan menyetor uang selesai, tugas saya berikutnya adalah ingin bertanya masalah tagihan Kartu Kredit saya kepada Bagian Kartu Kredit Bank tsb.
Setiba di ruang Bagian Kartu Kredit, saya melihat Ibu petugas Bank yang sudah saya kenal. Beliau sedang sibuk menghadapi Komputernya, rupanya sedang data entry untuk nasabah lain.
Beliau berkata “Sebentar ya Pak.” Saya mengangguk.
Saya duduk manis disebuah kursi. Di sebelah saya duduk seorang Ibu yang membawa banyak kertas catatan. Lama juga beliau melakukan data entry. 3 menit sudah berlalu.
Beliau menerima 2 kali panggilan telepon yang segera dijawabnya. Saya membatin kalau bicara langsung maka sesibuk apapun, pasti telepon itu dijawab. Kalau tidak dijawab akan terus berdering dan berisik juga. Kalau datang dan berhadapan muka dengan petugas di Kantor manapun, sering kali saya harus menunggu sampai mereka siap menerima saya. Waktunya terserah keadaan. Bisa sebentar, bisa lama.
Kalau waktunya lama, saya sering membatin “Wah… pasiennya keburu meninggal dulu nih.” Saya tidak terbiasa dengan situasi seperti itu. Menghadapi pasien mesti segera dan tidak perlu membuang waktu.
Hampir 10 menit waktu berlalu, urusan saya masih belum terselesaikan juga.
Ah…saya telah salah datang. Timingnya tidak tepat. Ya sudah, lebih baik saya pulang saja dan mengerjakan tugas-tugas yang lain.
Saya berdiri dan balik kanan, menuruni tangga sebanyak 3 lantai menuju ke lantai dasar gedung Bank yang megah itu. Pagi itu saya lebih suka menuruni tangga, hitung-hitung olah raga.
Terdengar suara wanita, saat saya sudah agak jauh dari kursi yang saya duduki tadi, “Pak..pak…” rasanya malas untuk kembali lagi, sebab beliau juga toh sedang sibuk. Saya tetap berjalan menuruni tangga-tangga yang cukup banyak.
Pagi itu saya sudah menjelesaikan 1 urusan dan 1 urusan yang lain belum.
---
Saat ini Kartu Kredit sering kali lebih dihargai dari pada uang kontan. Padahal bayar dengan Kartu akan terselesaikan pada bulan depan.
Bayar dengan uang Kontan ( apalagi kalau jmlahnya banyak ) kurang disukai sebab: mungkin bau, ribet harus disetorkan ke Bank miliknya dan ada kemunginan adanya uang palsu.
Bayar dengan Kartu Kredit: bersih, lebih nyaman karena akan langsung masuk ke rekening Banknya, pembeli dianggap orang yang cukup bonafid ( tidak sembarang orang dapat punya Kartu Kredit ). Aplikasi Kartu Kredit pada sebuah Bank milik Pemerintah- pun saya pernah ditolak, tanpa memberikan alasan ( mungkin pihak penerbit Kartu Kredit punya otoritas seperti itu ). Apakah seorang Dokter punya otoritas untuk menolak mengobati pasien tanpa memberikan alasannya? Padahal nyawa lebih penting dari pada uang, bukan?
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.