Sunday, November 21, 2010

Jangan sakit hari Minggu


Minggu 21 November 2010, 15.15 saya terbangun dari tidur siang saya. Saya mendengar suara pintu pagar seperti  ada yang mengetuk-ngetuk ( kunci gembok beradu dengan besi pintu pagar ).

Rasanya saya sedang mimpi, tetapi saya tidak ingat mimpi apa, sebab  saya mendadak terbangun. Saya memeriksa apakah benar ada tamu? Ternyata benar Pak ES, pasien saya  membawa putranya M, 35 th, ingin berobat.

Saya pikir  belum waktunya buka praktik sebab belum pukul 16.00.
Ternyata sekarang hari Minggu, memang bukan waktu buka praktik.
Ah… Saya masih mengalami disorientasi waktu. Disangka hari Senin padahal masih hari Minggu. Tidak ada yang tau  kecuali saya sendiri. Saya tidak mengatakan apa-apa kepada orang lain, juga kepada Pak ES. Kalau  bilang “Belum waktunya buka praktik.” Nanti dikira saya sudah gila. Memang belum hari Senin, sekarang masih hari Minggu.

Kalau bukan hari Senin mengapa ada orang yang datang minta berobat?
Pasien datang minta berobat bukan kali ini saja, sebab sudah banyak pasien datang ingin berobat tidak peduli hari kerja atau hari libur. Dianggap bahwa dokter  bisa dimintai bantuan kapan saja atau 24 jam per hari. Dokter juga manusia biasa yang perlu istirahat, makan, minum atau bekerja seperti orang-orang lain.

Saya bertanya kepada pasien saya “Pak M, apa keluhan anda?”

Pak M, yang seorang wirausaha menjawab “Saya demam sejak kemarin, kepala terasa berat dan sembelit sejak 2 hari yang lalu, Dok. Tidak ada batuk atau keluhan lain”

Dalam benak saya, saya  membuat Diferensial Diagnosa antara lain: Tipes perut DBD, ISPA dan Infeksi Saluran Kencing.

Untuk mengetahui Diagnosa yang tepat, mesti dilakukan pemeriksaan penunjang ( Pemeriksaan Darah dan Urine ). Sekarang hari Minggu ( libur ), tentu tidak ada Lab. Klinik yang buka. Kalau besok dilakukan pemeriksaan maka percuma saja sebab saya memerlukan datanya sekarang.

Jadi bagaimana?
Kalau tidak dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, maka diberikan terapi berdasar perkiraan Diagnosa penyakit yang paling mungkin, berdasar atas anamnesa dan gejala klinik.

Suhu badan pasien M ini terasa tinggi, berarti ada demam.
Selain demam, ada juga sakit kepala dan sembelit, maka perkiraan saya  kemungkinan ini Tipes perut. Resep dibuat untuk pasien ini: tablet penurun panas, kapsul antibiotika of choice untuk Tipes dan tablet Multi vitamin untuk 5 hari. Advis yang diberikan kontrol setelah obat habis, banyak minum dan makan yang lunak dahulu selama ada demam ( bubur dll ).

Pasien bertanya “Dok, saya sakit apa?”

Saya menjawab ”Anda kemungkinan  menderita penyakit Tipes perut. Kalau ingin tau maka mesti dilakukan pemeriksaan Darah, tetapi hari ini hari libur. Tidak ada lab. Klinik yang buka.  Jadi sebenarnya belum dapat dipastikan anda menderita penyakit apa”

Sambil guyon saya berkata lagi “Kalau sakit jangan hari Minggu, sebab sulit mencari Dokter, Lab. Klinik dan Apotik yang buka. He..he..”
Hari libur masih bisa beli obat di sebuah Apotik yang buka 24 jam di kota kami.

Pak ES dan pasien M juga duet tertawa. Orang sakit kok masih bisa tertawa ya.
Berarti sakitnya tidak / belum parah.

--

Entahlah. Sekarang hari Senin atau Minggu?........

Akhirnya saya tidak peduli lagi apakah sekarang hari kerja atau hari libur, sebab tidak ada bedanya. Bila ada pasien  yang ingin berobat dan kalau saya ada di rumah maka pasien mesti dilayani.

Itulah salah satu perbedaan antara profesi dokter praktik dengan profesi lain ( Bankir, Montir mobil / TV, Apoteker dll ).

Kejadian ini  pasti juga dialami oleh Teman Sejawat yang lain, bukan?
Ada  TS yang berkata “Kalau tidak mau terganggu tidur siangnya, maka pindahlah tidur  di Hotel.”
Ada benarnya juga pendapat ini, tapi untuk tidur siang saja kok mahal biayanya ya.-

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.