Thursday, November 4, 2010

Untuk berbuat baikpun tidak mudah



Tampaknya topik artikel kali ini agak aneh. Cobalah anda simak lebih lanjut.

Untuk berbuat jahat tampaknya lebih mudah dari pada untuk berbuat baik.
Contoh:  mengancam seseorang sambil memegang sebuah pisau untuk memaksa meminta uang, mudah dilakukan. Bila tertangkap maka dia akan dihabisi oleh masa sekitarnya. Kalau tidak tertangkap maka ia akan melenggang dan tertawa senang.

Untuk berbuat baik, semula saya piker juga mudah.
Perkiraan saya ternyata meleset. Ada yang mudah dan ada yang tidak mudah.
Secara umum: untuk berbuat baikpun tidak mudah.
Ada batu sandungan di depan kita. Mungkin anda tidak percaya.
Mungkin anda berbeda pendapat dengan saya, tetapi cobalah simak kisah-kisah dibawah ini.

---

1. Suatu pagi, saya pergi ke Kantor Pos untuk membayar Pajak Penghasilan Bulanan yang setiap awal bulan saya kerjakan.
Ketika saya tiba di tempat praktik, Ibu saya melaporkan bahwa 5 menit yang lalu ada pasien yang mau berobat. Ibu saya meminta pembantu RT untuk membuka pintu. Dia dipersilahkan untuk menunggu di Ruang Tunggu. Ketika saya tiba, pasien itu sudah pergi. Entah kemana. Padahal jeda wakktu berkisar hanya 5 menit. Dia ingin berobat tetapi enggan menunggu Dokter walau sebentar. Saat itu waktu menunjukkan pukul 07.45, dimana  masih banyak dokter yang belum buka praktik pagi ( bagi yang sudah pensiun ). Ibu saya yang sudah berupaya berbuat baik, hanya dapat mengeluh ”Kok begitu ya. Disuruh tunggu sebentar saja tidak mau.” Saya yang sudah biasa menghadapi hal ini menjawab “Sudahlah Mah, mungkin belum rejeki saya pagi ini. Mungkin dia mau cari dokter lain.” Kalaupun benar itu yang terjadi, maka ia akan membuang ongkos lagi ( beca / bahan bakar kendaraannya ) dan akan buang waktu untuk pergi mencari-cari dokter yang praktik pagi hari. Mengapa dia tidak mau bersabar menunggu Dokter? Apakah dia mau yang sebaliknya: Dokter yang harus menunggu pasien? Di Papan Nama Dokter yang terpasang jelas waktu praktik pukul 08.00 – 10.00. Kalau ada pasien yang datang sebelum pukul 08.00, mestinya  ya sabar menuggu sampai pukul 08.00. Kantor Pos sudah buka mulai puku 07.30 dan belum banyak antrian. Jadi nyaman untuk setor Pajak pada pagi hari sebelum buka praktik pagi.

2. Pak M, 45 tahun datang berobat. Ternyata dari hasil pemeriksaan: anamnesa ( tanya jawab penyakit ), pemeriksan Fisik dan pemeriksaan penunjang ( Darah dan Foto Thorax ) ia menderita TBC paru. Saya membuatkan resep obat anti TB untuk selama 1 bulan dengan penjelasan bahwa obat minimal harus diminum selama 6 bulan berturut-turut. Sekarang diberi obat untuk 1 bulan agar harga obat tidak terlalu mahal atau  masih terjangkau dari pada dibelikan untuk harga obat 6 bulan penuh. Setelah 2 bulan berjalan dan minum obat teratur, Pak M tidak datang untuk kontrol kembali. Alasannya penyakitnya sudah “baik”, kalau batuk sudah tidak keluar darah lagi, selera makan sudah normal dst. 2 bulan kemudian Pak M datang kembali dengan keluhan yang klasik ( batuk darah, selera makan berkurang ). Saya sudah berusaha memberikan informasi dan dorongan agar mau berobat dan minum obat teratur agar kesehatannya pulih kembali. Niat baik saya tidak direspon dengan baik. Akhirnya  penyakit Pak M belum sembuh. Pengobatan 2 bulan tadi tidak banyak manfaat. Hanya membuang biaya dan waktu saja. Padahal di rumahnya  tinggal seorang bayi, cucunya. Berarti cucunya hidup serumah dengan seorang penderita TB. Contact person: positive. Penyakit ini mudah menular kepada cucunya yang mempunyai daya tahan yang masih rendah. Untuk berbuat baik pun tidak mudah seperti topik artikel ini. Faktor lain adalah:  daya beli yang rendah, gizi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah sehingga sulit memberantas penyakit TB ini di negara kita.

3. Sdr. K, 18 tahun datang berobat diantar Ibunya dengan keluhan demam terutama kalau sore dan malam hari sejak 2 hari, sakit kepala, sembelit sejak 3 hari. Hasil pemeriksaan Fisik: lidah putih ujung merah, pemeriksaan penunjang Darah Jumlah sel darah putih rendah,Test Widal Positip ( titer Typhus 0 1/320 ). Saya mebuat Diagnosa: Typhoid fever ( demam Tipes Perut ). Diberi obat antibiotic of choice: Thiamphenikol 500 mg 3x1 kap/hr untuk7 hari. Tablet anti demam dan advis harus istirahat, tidak boleh beraktifitas dahulu selama  dalam terapi. Kalau obat habis harus kontrol kembali. Hari ke 5 mereka datang lagi dan Ibunya ngomel kepad dokter “Dok, bagaimana nih. Obat sudah diminum tapi penyakit demamnya belum sembuh juga. Seolah-olah ia menyalahkan dokternya.
Saya balik bertaya” Ibu apakah obatnya  sudah habis diminum?”
Ibunya mejawab “Belum, sebab hari ke 2 demamnya  sudah normal dan anak saya main badminton dengan teman tetangga kami. Malam harinya demam kumat lagi.”
Benarkan, advis baik pun tidak digubris. Lalu menyalahkan dokter, seolah dokter tidak pandai mengobati sakit anaknya.
Terapi Tipes perut minimal 7-10 hari, tirah baring dan makan yang lunak ( bubur dll ).
Lah ini baru  2 hari minum obat, merasa sudah sembuh lalu main badminton. Siapa yang suruh?
Saya bertanya kembali “Ibu, mengapa advis dokter tidak dikerjakan. Mengapa Ibu mengijinkan anak ibu main badminton sebelum penyakitnya sembuh benar.”
Ibunya menjawab dengan lantang dengan nada membela diri “Saya dan suami kan  tidak bisa mengawasi anak kami. Kami buka toko untuk mencari uang. Dirumah tidak ada orang lain selain anak kami itu."
Saya menjawab dan bertanya  “Ibu kalau anak sedang sakit, mengapa Ibu atau suami Ibu tidak sering-sering tengok anak dirumah untuk melihat kondisi anak Ibu atau salah satu dari suami-isteri ada yang rela tinggal dahulu di rumah selama anak sakit. Apakah uang lebih penting dari kesehatan dan keselamatan anak Ibu?”
Sang Ibu diam tidak dapat menjawab pertanyaan saya. Akhirnya saya menyarankan agar anaknya di rawat di Rumah Sakit saja. Dia menolak dengan berbagai alasan.
Ternyata  untuk berbuat baikpun tidak mudah. Harus debat kusir dahulu sampai mulut berbusa karena banyak bicara. Singkat cerita  sang pasien sembuh setelah Ibu dan Ayahnya marah-marah kepada anaknya yang sedang sakit agar mau mengikuti advis dokter. Sudah sakit, dimarahi habis-habisan lagi. Kasihan deh elu…….
Saya membatin untuk berbuat baik kok susah ya.

---

Hidup banyak pilihan. Mau yang baik atau mau yang tidak baik. Pilihan ada ditangan kita sendiri.

Met pagi.-

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.