Tuesday, July 5, 2011

Dokter atau Tukang



Bila ada sebuah alat rumah tangga di rumah orang tua kami yang rusak atau perlu diganti, biasanya Ibu saya yang sudah S3 ( Sudah Sangat Sepuh ), 82, minta bantuan saya untuk memperbaiki. Panggil saja seorang Tukang dan kamu yang mengawasinya, begitu pesannya.

Siang hri ini ada sebuah Lampu neon di teras depan yang tidak menyala. Ibu  minta bantuan saya selepas waktu praktik pagi untuk memperbaikinya.

Dudukan Lampu neon sumpit itu  lumayan tinggi, sekitar 3 meter dari tanah. Dengan menggunakan sebuah tangga monyet dan dibantu oleh pembantu rumah tangga, akhirnya saya berhasil mengganti Lampu neon yang sudah tidak dapat menyala itu. Mungkin sudah habis masa pakainya.

Lain waktu Ibu saya melaporkan bahwa Kran di westafel bocor. Saya periksa Kran itu sudah keropos dan  perlu diganti saja dengan yang baru.

“Mah, Kran ini perlu diganti saja, sebab logamnya sudah keropos dimakan usia” kata saya kepada Ibu.

“Iya diatur saja agar tidak bocor air Krannya. Panggil saja Tukang Ledeng untuk memperbaikinya.”

“Tidak usah, Mah, saya saja yang mengganti Kran itu. Saya mau beli Kran yang baru dulu di Toko Besi tetangga kita” saya menjawab.

“Emang kamu bisa mengerjakannya? Panggil saja Tukang Ledeng”

Saya  pergi membeli Kran yang baru. Dengan menggunakan Kunci Inggris ( saya tidak tahu mengapa alat itu disebut Kunci Inggris dan bukan Kunci Jepang atau nama lainnya ), sedikit selotipe kran, saya berhasil mengganti Kran yang rusak tadi. Kran tidak bocor lagi.

Bulan yang lalu Lampu di kamar tidur Ibu saya  mendadak tidak menyala, sehingga semalam kamar Ibu gelap gulita. Pagi hari Ibu saya  meminta bantuan saya untuk memanggil Tukang Listrik untuk memperbaikinya.

Setelah saya periksa ternyata kabel yang melekat pada dudukan Lampu terlepas dari sekrupnya. Setelah mematikan sikring induk dekat meteran listrik, saya memperbaiki kabel itu dengan sebuah testpen ( semacam obeng kecil ). Lampu menyala kembali, setelah sikring tadi diaktipkan kembali.

Pagi itu kami duduk di teras samping rumah Ibu. Seorang Ibu tukang kue jajanan pasar mendatangi rumah Ibu. Kami membeli  beberapa macam jajanan pasar itu.

Sambil nyeruput Teh hangat dan mengunyah sebuah kue lapis, saya  ngobrol dengan Ibu saya “ Mah, Mamah dan Papah menyekolahkan saya menjadi seorang dokter, tetapi setelah lulus dokter, ternyata  pekerjaan saya bukan hanya menjadi dokter saja, tetapi juga menjadi Tukang Listrik, Tulang Ledeng, mungkin sebentar lagi menjadi  Tukang Cat. Anak Mamah hebat ya….” kata saya sambil guyon.

Ibu saya menjawab “Sebenarnya Mamah kan minta agar Tukang yang mengerjakannya, tetapi akhirnya kamu  sendiri yang mengerjakannya. Ternyata kamu juga bisa melakukannya. Ongkosnya gratis lagi.” Mamah saya terkekeh-kekeh.

“Iya sudah  makanlah kue ini sesukamu, nanti Mamah yang bayar sebagai ongkos kerja kamu” Ibu  berkata lagi.

---

Saya teringat masa kecil saya, ketika Ibu membelikan jajanan pasar untuk saya dan ke 6 adik-adik saya. Kami berebut mengambil kue-kue itu. Ibu penjual kue tersenyum. Senang kue jualannya  banyak dibeli oleh keluarga kami.

Saya bersyukur bila saat ini, dimasa S2 saya ( Sudah Sepuh, 63 ) dan Ibu yang sudah S3 ( Sudah Sangat Sepuh, 83 ) masih dapat menikmati jajanan pasar yag sama dan di teras rumah yang sama. Terima kasih Tuhan atas berkat yang sudah kami terima sampai saat ini. Amin.-


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.