Sunday, October 16, 2011

resensi NOVEL NAWANG


Berawal dari seekor cicak yang jatuh tepat di bahu kananya. Nawang seorang gadis Sekolah Dasar menafsirkan bahwa akan terjadi bencana yang akan menimpa keluarganya. Tanpa berfikir panjang, nawang tergesa2 pulang kerumah. Tapi akhirnya Hati Nawang menjadi lega, karena tidak ada kejadian yang tak diinginkan terjadi saat itu.
Namun akhirnya takdir berkata lain, hari demi hari nawang harus melewati berbagai macam cobaan yang menimpa dirinya dan keluarganya. Awalnya, keluarga Nawang memiliki hutang yang sangat melilit. Hingga akhirnya Ibu Nawang menggadaikan Kalung pernikahanya yang paling berharga. Disamping itu, ayah Nawang yang memiliki sebuah took di pasar di tipu orang. Dan tak lain orang itu adalah karyawanya sendiri.
Cobaan demi cobaan telah mereka hadapi, dan mereka mengikhlaskan segala yang telah terjadi kepada yang maha kuasa. Namun, cobaan yang paling berat untuk mereka adalah Mbah Putri. Nenek Nawang, Palupi dan Subur yang tidak pernah mengunjungi mereka 16 tahun lamanya. Padahal Nawang dan adik-adinya ingin seperti temanya, yang mempunyai seorang Nenek yang baik. Mbah Putri tidak pernah mengunjungi mereka karena ia masih tidak rela jika Putri kesayanganya menikah dengan ayah Nawang yang berbeda status social. Ia beranggapan seharusnya putrinya menikah dengan laki-laki kaya raya yang sejalan denganya, tapi akhirnya putrinya lebih memilih laki-laki miskin seperti Karyo, ayah Nawang.
Tak terasa, Nawang sudah masuk ke SMP. Hingga akhirnya Nawang lulus dan masuk kesekolah SMA favorit. Nawang memiliki keinginan yang tinggi. Ia ingin menjadi perempuan yang di perhitungkan, tidak seperti kebanyakan perempuan di kampungnya. Nawangpun tidak ingin menjadi pedagang seperti ayahnya, apalagi petani seperti Ibunya. Ia miris melihat pengalaman buruk kedua orang tuanya yang kerap dirimpa kesialan. Nawang igin sekolah tinggi di kota. Ia bersumpah tidak akan kembali kekampungnya.
Pada suatu hari, akhirnya Nenek Nawang datang menemui keluarga Nawang dan sempat mengejutkan mereka. Apalagi ayah Nawang, ia sampai terheran-heran. Bahkan, Mbah Putri semakin hari semakin berbaik hati. Memberikan Nawang, Palupi, Subur sebuah kado. Bahkan ayah dan Mak pun diberikan kado. Tapi sampai seminggu lebih, ayah belum juga membuka kado pemberian Mbah Putri. Karna ia merasa gagal sebagai ayah, yang tidak bisa memberikan kebahagiaan kepada keluarganya.
Suatu hari Nawang dan Adiknya, Subur. Tengah bermain air. Sampai-sampai Subur harus dirawat dirumah sakit karena terlalu lama bermain air. Suatu ketika ayah Nawang menjenguk Subur ke rumah sakit. Tanpa sengaja ayah berkata bahwa tidak mengapa subur nakal asalkan ia sembuh. Dan keesokan harinya Subur memang benar-benar sembuh. Namun, nakalnya Subur sampai terlewat batas. Ia ingin sekolah mengendarai sepeda motor, padahal ia masih kelas 5 SD. Ayahpun terpaksa memberikan sepeda motornya kepada Subur karna jika tidak, Subur tidak akan mau sekolah. Lagi-lagi keluarga Nawang mendapat cobaan. Subur menabrak seorang anak kecil hingga anak kecil itu meninggal. Dan para warga memukuli subur hingga babak belur. Dan suburpun harus dirawat di rumah sakit.
Sepulang sekolah, Nawang tidak sabar ingin memberitahukan kepada Mak dan Bapak bahwa ia mendapat kesempatan untuk melanjutkan perguruan tinggi negri tanpa tes. Mereka pasti akan senang mendengarnya. Tapi sesampainya Nawang dirumah, justru ia dikejutkan oleh orang-orang yang berkumpul di rumahnya. Namun ia menghiraukan itu semua dan ia hanya terpaku kepada ayah yang diseret polisi menuju mobil tahanan hingga akhirnya tak tampak lagi mobil polisi itu. Setelah beberapa hari, ayah nawang dapat terbebas dari kantor polisi. Namun, Subur telah mendahului mereka setelah Subur meminta maaf atas segala kenakalanya.
Setelah lulus SMA, Nawang melanjutkan keperguruan tinggi di luar kota. Ia tinggal di sebuah kos dengan uang kiriman dari ayah dan uang dari Palupi karena telah mengirimkan karya cerpennya ke media massa. Lumayanlah untuk menutupi kebutuhanya. Suatu ketika Nawang benar-benar membutuhkan uang. Ia mencari pekerjaan kesana kemari. Tapi akhrnya, ia dapat bekerja diwarung ibu kantin. Tapi, pekerjaany benar-benar tak sesuai dengan derajatnya. Ia adalah calon sarjana,  dan tempatnya bukan di warung kumuh seperti itu.
Lagi-lagi cobaan menimpa keluarganya. Warung bapak di pasar terbakar. Dan tidak menyisakan keuntungan sepeserpun. Sampai akhirnya, Bapak jatuh sakit. Dan disuatu malam, Bapak mengakhiri hidupnya dengan isakan dan tangis dari Mak dan Palupi. Mak segera menyuruh Palupi untuk memberi kabar kepada Nawang bahwa ayah telah meninggal. Dan Nawang agar pulang secepatnya.
Nawang memutuskan untuk pulang dengan pesawat agar lebih cepat sampai kerumah. Namun di tengah jalan menuju bandara, ia di kejutkan dengan kejadian yang tidak ia duga sebelumnya. Ada keributan di dalam bis. Dan ia di minta untuk menjadi saksi di kantor polisi. Namun ia tak memiliki waktu, ia harus segera kebandara. Tapi akhirnya. Pesawat telah lepas landas. Dan Nawang memutuskan untuk pulang mengendarai kereta. Setelah sampai di stasiun kereta api lagi-lagi ia gagal, karena tiket telah habis. Dan ia memutuskan untuk naik bus. Walaupun ia mendapatkan tiketnya tapi percuma saja, karena ia telah telat. Karena bapak telah dikuburkan. Walaupun ia telah menjadi sarjana dan telah memiliki pekerjaan di kota. Ia tetap menyesal.
“Nawang Nawang” sesalnya.
“kamu terlalu sibuk dengan pekerjaan, hingga mengesampingkan Bapak yang sakit! Anak durhaka” butiran air matanya runtuh. Ia tek sanggup lagi bertahan. Menangis ia sepanjang perjalanan menuju kampungnya, Batang.

TEMA   >     ? ga tau ni saya ,,,

TOKOH >     Nawang
     Subur
     Palupi
     Karyo (ayah Nawang)
     Mak (Ibu Nawang)
     Mbah Putri (Nenek Nawang)

ALUR    >      maju

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.