SHUTTERSTCOK.COM
Ilustrasi
KOMPAS.com - “Selamat siang Pak Arie, Bapak telah mendapatkan sebuah fasilitas yang akan memberi perlindungan jika Bapak tutup usia maka Bapak tidak perlu membayar seluruh tagihan kartu kredit Bapak, bapak cukup membayar premi sebesar…, dst”
Pembaca Kompas.com yang bijaksana, tentu anda pernah mengalami hal seperti pada penggalan kalimat tersebut diatas, sebuah telepon yang bertujuan untuk mengajak anda menjadi nasabah asuransi melalui kartu kredit. Asuransi tersebut adalah asuransi jiwa dengan uang pertanggungan adalah sebesar jumlah limit kartu kredit, namun ada kalanya juga asuransi tersebut berupa asuransi kesehatan yang akan memberikan sejumlah uang pertanggungan apabila pemegang kartu mengalami rawat inap dirumah sakit.
Lalu bagaimana seharusnya anda bersikap?, apakah pertu meng’iya’kan seluruh penawaran tadi? Nah, untuk menjawabnya pembaca yang bijaksana kami ingin sekedar berbagi kisah terhadap keluarga klien kami. Marilah kita lihat mencermati fakta yang pernah terjadi terhadap klien kami yang telah meninggal atau tutup usia, berikut adalah faktanya:
1. Tagihan kartu kredit masih terus berdatangan
Meski telah dilaporkan dengan dokumen yang dianggap lengkap oleh pihak layanan pelanggan atau customer service bahwa pemegang kartu telah meninggal dan almarhum telah membayar premi untuk melindungi dari tagihan yang masih berjalan kepada namun faktanya tagihan terus berdatangan bahkan masih ditagihkan hingga lebih dari 3 bulan;
2. Debt collector terus mengganggu
Terkait dengan pemegang kartu yang telah meninggal, secara logika tagihan tidak terbayar dan seharusnya asuransi jiwa berfungsi untuk membayarkan sisa tunggakan utang, namun pada kenyataannya pihak debt collector terus menelpon bahkan mendatangi ahli waris dan meminta untuk segera melunasi utang almarhum (yang telah di protek asuransi);
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh pihak ahli waris keluarga maka ternyata:
1. Hampir semua bank penerbit kartu kredit memiliki card center yang terpisah dengan departemen penagihan atau collection department, sehingga seluruh laporan dari keluarga almarhum tidak diterima atau (tidak dipedulikan?) oleh pihak penagihan, ironisnya lagi collection department ada yang benar-benar terpisah alias out sourcing, sehingga meskipun dilayar monitor mereka mengetahui status pemegang kartu telah meninggal dan terlindungi oleh asuransi namun mereka terus menagih, bahkan mereka mengirim status pemegang kartu menjadi black list. Hal ini bisa terlihat pada laporan di Bank Indonesia atau dikenal dengan istilah BI check list, hmm..
2. Pihak penerbit polis dalam hal ini perusahaan asuransi jiwa ternyata belum memproses uang pertanggungannya secara tuntas karena adanya perpindahan rekanan perusahaan dengan pihak penerbit kartu kredit.
3. Meskipun tidak ada perpindahan rekanan dengan penerbit kartu kredit namun fakta yang ada tetap saja keluarga almarhum harus melaporkan dan menanyakan proses klaim yang telah dilaporkan pada card center, keluarga almarhum pun masih harus mengunjungi perusahaan asuransi jiwa. Jadi hubungan antara penerbit dan perusahaan asuransi dalam hal proses klaim sangat tidak efisien, hal ini berbeda pada saat menyetujuinya.
Pembaca, ternyata melakukan klaim atas fasilitas asuransi kartu kredit tidak semudah membukanya, pada saat membuka atau menyetujui cukup melalui telepon, namun pada saat klaim memerlukan waktu bisa hingga 3 (tiga) bulan atau lebih, visit keperusahaan kartu kredit dan asuransi pun harus dilakukan, debt collector pun harus dihadapi.
Data kami hanya ada 2 perusahaan penerbit kartu kredit yang memprosesnya dengan professional dan relatif cepat yakni sebuah bank asing yang pembaca pernah ketahui seorang nasabah kartu kredit meninggal di Bank tersebut serta sebuah bank dengan inisial 3 huruf yang dulu dimiliki oleh konglomerat Indonesia namun sekarang telah dimiliki oleh asing, selebihnya (bank swasta lokal dan asing) berdasarkan pengalaman klien kami semua standar prosesnya masih sangat amat lambat dan tidak professional.
Namun ada satu hal yang patut diapresiasi adalah petugas dari bank pemerintah meski prosesnya masih belum sebaik 2 bank diatas namun petugasnya sangat koperatif dan bertindak dengan sopan, harapannya semoga bank pemerintah dapat menjadi lebih baik lagi.
Berdasarkan paparan tersebut diatas maka kami menyarankan bahwa asuransi jiwa sebaiknya dibeli secara terpisah, hitunglah semua kredit limit yang anda punya di dalam kartu kredit anda, tambahkan uang pertanggungan anda dengan total kredit limit tersebut dan belilah asuransi tradisional karena asuransi jenis ini memiliki premi yang murah dan uang pertanggungan yang tinggi dan tentunya proses klaimnya lebih mudah dan lebih cepat karena langsung tidak melalui pihak penerbit kartu kredit. Demikian semoga bermanfaat. (Taufik Gumulya, CFP®,Perencana Keuangan, CEO pada TGRM Financial Planning Service)
Sumber
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.