Ilustrasi - surabayapost.co.id
SIAPA sangka di belakang restoran cepat saji McDonald Watugong Kelurahan Ketawanggede tersimpan situs purbakala dari zaman pra sejarah. Belasan batu dari era Megalitikum yang menjadi peninggalan langka di Kota Malang dikuak oleh sejarawan dan pakar arkeologi Universitas Negeri Malang, M Dwi Cahyono, Rabu (10/10).
Suasana hari masih panas ketika M Dwi Cahyono menjejakkan kaki di halaman depan McDonald Watugong Kelurahan Ketawanggede Dinoyo. Restoran cepat saji itu sendiri tampak sibuk. Bangunan modern yang mengemas makanan franchise dari Amerika Serikat ini tampak disibukkan oleh pelanggan, kebanyakan kalangan mahasiswa.
Tetapi, Dwi, sapaan akrabnya, ternyata tidak masuk ke dalam restoran modern ini. Ia malah ngeloyor ke halaman parkir belakang restoran. Sejenak, Dwi berhenti dan langsung menunjuk sebuah bangunan kecil yang terletak di pojok lahan. “Lihat, itu kelihatan puncak bangunannya yang agak kuno,” seru Dwi kepada awak media.
Ternyata, bangunan berukuran sekitar 5 x 5 meter tersebut mengurung situs Ketawanggede atau sering disebut Watugong oleh warga setempat. Diduga sudah ada sejak zaman perundagian, situs ini berisi antara lain dua buah yoni tanpa lingga, potongan atap miniatur candi, balok batu, pelandas tiang, dan beberapa muka-muka batu yang mirip gong gamelan.
“Ini sudah ditemukan sekitar dua tahun lalu, tapi McDonald sebagai pemilik lahan belum meregistrasikan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang,” terang Dwi kepada wartawan. Menurutnya, situs ini juga belum teregistrasi di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan.
Pria kelahiran Tulungagung 50 tahun lalu ini merinci, situs Ketawanggede adalah tempat tiang untuk bangunan panggung yang menjadi tempat peribadatan yang disucikan. Ia menduga, situs ini merupakan tempat ibadah warga Hindu dari sekte siwa. Melihat letak situs yang berada di lintas persilangan kali Brantas dan kali Metro, Dwi cukup yakin Dinoyo pernah menjadi sentra peradaban masa lalu.
“Ini penting bagi Kota Malang karena tidak banyak peninggalan purbakala yang berhasil ditemukan,” tandasnya. Bahkan, pemegang gelar magister di bidang arkeologi dari Universitas Indonesia ini berani menduga bahwa ada peninggalan purbakala yang lebih besar lagi di bawah situs Ketawanggede.
Jika ingin mengungkap keberadaan situs purbakala yang berharga, maka Dwi mengusulkan penggalian dan ekskavasi di sekitar Situs Ketawanggede. Tapi, untuk saat ini ia hanya berharap pihak Disbudpar Kota Malang dan McDonald bisa berembug untuk konservasi situs purbakala ini.
“Coba keberadaannya jangan inklusif dan mojok seperti ini, bisa saja diberi pintu khusus masuk situs dan kalau perlu diberi papan bahwa disini ada situs purbakala Ketawanggede,” sambung dosen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UM ini. Selain itu, ia berharap ke depan ada riset untuk mengungkap kekayaan sejarah dari situs Ketawanggede.
Dwi menambahkan, dalam UU nomor 11 2010 tentang cagar budaya, disekitar situs tak boleh berdiri bangunan apapun dan harus dibebaskan. Karena itu, secara de yure lahan situs bukan lagi milik McDonald"s.
"Tapi ini kok malah jadi area parkir McDonald"s," katanya. Dwi Cahyono sempat bersitegang dengan marketing McDonald bernama Nita dan Production Manager McDonald bernama Ferry Irawan setelah masuk ke dalam situs Ketawanggede.(fino yudistira)
Sumber
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.