Monday, October 15, 2012

Wayang Golek "The Lost Forest" di London

The Lost Forest - indoku.co.uk

London (ANTARA News) - Penampilan wayang golek kontemporer berlakon "The Lost Forest" (hutan yang hilang) produksi Indigo Moon Theater yang dibawakan Anna Ingleby menarik perhatian masyarakat Inggris dalam acara Indonesia Kontemporer (IKON) di gedung SOAS University of London, Sabtu waktu setempat (Minggu WIB).

Teater boneka mengunakan wayang golek koleksi Asep Sunandar Sunarya dari Bandung, Jawa Barat, dan wayang kancil milik Ki Ledjar Subroto dari Yogyakarta itu dibawakan Anna Ingleby secara jenaka di hadapan sekira 200 penonton.

Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris Raya dan Republik Irlandia, Hamzah Thayeb, bersama istri, Ny Lastry Thayeb, dan Atase Pendidikan KBRI London, Fauzi Soelaiman, termasuk penoton yang hadir menyaksikan wayang kontemporer tersebut.

"Sangat menarik dan jenaka," ujar salah seorang penonton usai penampilan teater boneka berdurasi 45 menit itu.

Anna Ingleby belajar wayang golek dari Asep Sunandar dan Ki Lendjar. Dalam aksinya, Anna iringi musik yang digubah oleh Haviel Perdana.

Adapun Indigo Moon merupakan kelompok wayang yang sudah pentas berkeliling di berbagai teater di Inggris maupun di kawasan Eropa lainnya.

Menyaksikan pertunjukkan wayang golek berbahasa Inggris di acara Indonesian Kontemporer di SOAS cukup menarik, ujar Dimas Darsono, salah seorang penoton yang lama menetap di Inggris.

Apalagi, ia mengemukakan, dalangnya perempuan Inggris, dan judul cerita "The Lost Forest" terasa kental mewakili upaya menyelamatkan lingkungan hidup.

Hamzah Thayeb kepada ANTARA News mengemukakan, misi KBRI London sejak awal adalah mempromosikan dan meningkatkan saling pengertian di antara bangsa Indonesia dan Inggris, baik antar-pemerintah dan parlemen juga akademi maupun masyarakat melalui penampilan seni budaya.

Pendekatan dari sisi kebudayaan yang dapat langsung menyentuh antar-kedua bangsa, ujarnya.

Kalau memang bisa, ia menilai, hal itu dapat digunakan untuk lebih mendekatkan bangsa Indonesia dan Inggris, danpada akhirnya dapat menciptakan saling pengertian di antara kedua negara.

Apalagi. ia menilai, di antara mahasiswa yang sering berinteraksi langsung dengan masyarakat.

Diharapkannya acara seni budaya semacam itu dilakukan setiap tahun, karena Indonesia terlalu besar untuk dikenal dalam sehari, ujarnya.

Ia pun berharap acara sejenis dapat digelar dalam skala yang lebih besar lagi, seperti yang digelar Malaysia di Trafalgar Square.

"Saya lagi mencari informasi, karena hal ini menyangkut pembiayaan. Kalau bisa kita lakukan, kenapa tidak," demikian Hamzah Thayeb. (T.ZG)

Sumber

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.