Kompas.com/Ni Luh Made Pertiwi F.
Kampung Tarung di Sumba Barat, NTT.
KOMPAS.com – Tidak semua desa adat adalah desa wisata. Begitu pula sebaliknya, tidak semua desa wisata merupakan desa adat. Desa adat umumnya dihuni oleh masyarakat yang masih memegang kental tradisi leluhur yang diwariskan secara turun temurun.
Beberapa desa adat di Indonesia telah dikembangkan sebagai obyek wisata. Namun, berbeda dengan desa wisata yang menawarkan beragam atraksi wisata kepada wisatawan, desa adat tidak menyediakan atraksi-atraksi ini.
Sebab, kehidupan dan budaya yang masyarakat jalani itu sendiri sudah menjadi atraksi wisata bagi wisatawan yang datang. Penghuni desa adat memegang teguh hukum adat yang berlaku di desa tersebut. Oleh karena itu, wisatawan sebaiknya berlaku sopan selayaknya sedang bertamu ke rumah orang.
Ada banyak desa adat di Indonesia. Sebut saja seperti Kampung Baduy di Jawa Barat, Desa Tenganan di Bali, Kampung Tarung di Sumba Barat, sampai kampung Dayak di Kalimantan. Nah, berniat mengunjungi desa-desa ini? Berikut tips berkunjung ke desa adat!
Bukan obyek wisata
Sebagian besar penghuni desa adat di Indonesia tidak ingin kampungnya diberlakukan sebagai obyek wisata. Ada anggapan bahwa obyek wisata ibarat kebun binatang tempat rekreasi dan menjadi tontonan.
Oleh karena itu, tak semua desa adat mau dianggap sebagai desa wisata. Walau kenyataannya, beberapa desa memungut bayaran bagi pengunjung yang masuk ke desa itu. Pun beberapa desa adat dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat.
Sehingga, bersikaplah layaknya seseorang yang hendak bertamu ke rumah orang yang belum dikenal akrab. Sopan sudah pasti, baik dari tingkah maupun ucapan.
Pakai pakaian yang sopan
Begitupula dengan pakaian yang dikenakan. Kenakan pakaian sopan yaitu lengan tertutup dan hindari menggunakan celana pendek.
Membawa oleh-oleh
Tak ada salahnya saat mampir, Anda membawa sedikit oleh-oleh. Entah sekedar camilan khas dari daerah Anda, bisa juga kaus bertuliskan daerah asal Anda.
Oleh-oleh lainnya bisa saja mengikuti tradisi setempat. Misalnya jika Anda berkunjung ke desa adat di Pulau Sumba atau beberapa daerah di Papua, Anda bisa memberikan oleh-oleh berupa sirih dan pinang.
Berkenalan dan mengobrol
Jangan sekedar melihat-lihat saja, tetapi berinteraksilah dengan masyarakat setempat. Berkenalanlah dengan penduduk setempat. Lalu bangun obrolan yang panjang.
Dari perbincangan inilah, Anda dapat mengetahui keunikan budaya dan tradisi setempat. Penduduk desa adat juga terkenal ramah dan sangat menghormati tamu. Mereka dengan senang hati akan mengobrol panjang lebar dengan Anda mengenai kehidupan di desa itu.
Bicara dengan santun
Sopanlah saat berbicara, pun dalam pemilihan kata saat bertutur. Gunakan bahasa yang sopan. Hindari penggunaan kata-kata kasar yang provokatif maupun berbicara dengan nada kasar.
Jika maksud Anda adalah meminta tolong untuk melakukan sesuatu hal, mintalah dengan santun, tanpa menggunakan kata maupun nada menyuruh. Jangan lupa ucapkan “terima kasih” di berbagai kesempatan.
Boleh saja becanda, namun pilih kata-kata yang sesuai. Hindari mengucapkan kata-kata kasar walaupun dalam kondisi becanda sekalipun.
Belajar bahasa setempat
Kuasai beberapa kata-kata percakapan dalam bahasa setempat, seperti kata “terima kasih”, “maaf”, “sampai jumpa”, dan ucapan selamat sesuai waktu seperti “selamat pagi” atau “selamat siang”.
Jika tak tahu, belajar saja dari penduduk setempat. Lalu langsung praktekan di setiap kesempatan. Ini salah satu cara menghargai budaya di daerah yang Anda sedang kunjungi.
Menyapa dengan sapaan bahasa setempat
Biasakan untuk menyapa seseorang sesuai sapaan di daerah tersebut. Pelancong dari Jakarta cenderung memanggil seseorang dengan sebutan “Mas” dan “Mbak”. Bahkan panggilan ini masih tetap dipakai kepada seseorang di luar Pulau Jawa sekalipun.
Padahal, sebutan ini tak lazim diucapkan untuk memanggil seseorang yang bukan berasal dari suku Jawa. Bahkan di Jawa Barat panggilan ini pun tak sesuai. Karena orang Sunda biasa memakai “Akang” dan “Teteh”.
Bandingkan pula dengan di Papua, gunakan sapaan “Pace” untuk “Bapak” dan “Mace” untuk “Ibu”. Sementara di beberapa daerah di Sumatera, seperti Aceh dan Sumatera Utara, panggilan lazim untuk pengganti “Mas” dan “Mbak” adalah “Bang” dan “Kak”.
Menghargai budaya setempat
Setiap desa memiliki kepercayaan dan hukum adatnya sendiri-sendiri. Sebagai tamu, hargailah budaya setempat dengan mengikuti segala aturan dan tradisi yang dianut penduduk setempat.
Kadang, beberapa hal terkesan tak logis bagi Anda. Namun, tetap hormati tradisi tersebut. Bagaimana pun, Anda sedang bertamu. Sudah sewajarnya Anda berlaku sesuai budaya setempat.
Begitu pula saat mendengarkan aneka kisah legenda dan mitos di desa tersebut. Tak semuanya perlu diperdebatkan untuk mencari sisi logis dari sebuah cerita. Nikmati saja dan menyatulah dengan budaya setempat.
Ambil contoh, misalnya saat berkunjung di Kampung Baduy Dalam, janganlah menyalakan peralatan elektronik. Pun, misalnya Anda tengah menstruasi, janganlah masuk ke tempat-tempat suci yang ada di Desa Tenganan yang berada di Bali.
Terima apa yang ditawarkan
Saat bertamu, pengunjung akan diterima dengan ramah oleh penduduk setempat. Biasanya tamu yang datang akan disuguhkan sesuatu ataupun ditawarkan sesuatu sebagai penghormatan kepada tamu.
Jangan menolak pemberian oleh tuan rumah. Ambillah dan ucapkan terima kasih. Di beberapa desa di Nusa Tenggara Timur, tradisi memberikan sirih pinang kepada tamu menjadi suatu hal yang biasa.
Tamu kemudian menyirih bersama tuan rumah. Jika tidak terbiasa dengan sirih pinang, tetap terima pemberian tersebut. Masyarakat yang menetap di desa adat yang kental saat menawarkan sesuatu bukanlah untuk sekedar berbasa-basi, namun karena menghargai tamu tersebut.
Jangan masuk ke rumah sembarangan
Rumah-rumah di desa adat selalu menarik untuk ditelusuri. Anda bisa saja masuk ke dalam rumah untuk mengenal lebih dekat arsitektur suatu rumah adat.
Hanya saja, jangan masuk ke dalam rumah secara sembarangan. Ucapkan salam dan permisi kepada pemilik rumah. Lalu, minta izin kepada pemilik rumah apakah Anda boleh melihat-lihat ke dalam. Jangan lupa menanggalkan alas sepatu saat masuk ke dalam.
Minta izin sebelum melakukan sesuatu
Kadang, banyak wisatawan saat berkunjung ke suatu daerah, termasuk ke desa adat, mengambil foto tanpa memedulikan sekitar. Sah-sah saja jika foto yang diambil adalah benda mati. Tetapi bagaimana jika memotret orang?
Nah, sebelum memotret seseorang, ajaklah berkenalan dan menyapa, baru kemudian memotret. Mintalah izin dan jangan lupa ucapkan terima kasih setelah selelasi memotret. Lakukan itu pula jika ingin memotret benda keramat ataupun barang milik seseorang.
Tanyakan pula jika Anda ingin melakukan sesuatu. Misalnya masuk ke dalam rumah ibadah. Sebuah pengalaman saat melakukan wisata ke sebuah desa adat berikut bisa menjadi pelajaran Anda. Kala itu, salah satu turis tertarik dengan sebuah kentongan dan mulai membunyikan.
Oleh pemuka adat setempat, tindakannya langsung dicegah. Ternyata kentongan yang dibunyikan tersebut berfungsi sebagai penanda waktu shalat.
Belanja kerajinan tangan
Di beberapa desa adat, masyarakat di desa tersebut terbiasa membuat aneka kerajinan tangan. Sebut saja seperti kerajinan tenun sampai anyaman.
Jangan pulang dengan tangan kosong. Belilah barang-barang kerajinan tangan tersebut. Hitung-hitung Anda membantu perekonomian di desa tersebut. Menawar boleh saja, asal sewajarnya.
Sumber
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.